Jumat 01 Mar 2024 08:49 WIB

Kuasa Hukum Edie Toet Endus Kejanggalan Kasus Dugaan Pelecehan Seksual

Kuasa hukum Edie Toet mengendus ada kejanggalam dalam kasus pelecehan seksual.

Rep: Ali Mansur/ Red: Bilal Ramadhan
Rektor nonaktif Rektor Universitas Pancasila (UP) Jakarta Prof Dr Edie Toet Hedratno alias ETH menjalani pemeriksaan di Polda Metro Jaya,  Jakarta Selatan, sebagai saksi kasus dugaan pelecehan seksual, Kamis (29/2/2024).
Foto: Republika/Ali Mansur
Rektor nonaktif Rektor Universitas Pancasila (UP) Jakarta Prof Dr Edie Toet Hedratno alias ETH menjalani pemeriksaan di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, sebagai saksi kasus dugaan pelecehan seksual, Kamis (29/2/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Faizal Hafied, Kuasa hukum rektor Universitas Pancasila (UP) nonaktif Edie Toet Hendratno alias ETH mengendus beberapa kejanggalan dalam kasus dugaan pelecehan seksual yang dituduhkan kepada kliennya. Salah satunya adalah dugaan bahwa kasus tersebut sangat politis dan tidak mengedepankan asas pra duga tak bersalah.

Padahal selama 13 mengabdi di Universitas Pancasila tidak pernah ada isu atau pemberitaan negatif terhadap kliennya. Pertama, Faizal menyebut bahwa rentang waktu antara kejadian dengan laporan yang dilayangkan terduga korban berinisial RZ (42 tahun) cukup panjang.

Baca Juga

Berdasarkan laporan RZ, dugaan pelecehan seksual tersebut terjadi pada Februari 2023 lalu. Hampir satu tahun kemudian baru RZ yang merupakan staff dari ETH melaporkan peristiwa dugaan pelecehan seksual tersebut ke Polda Metro Jaya.

“Kenapa baru sekarang melakukan pelaporan? Apakah ada maksud lain dari pelaporan saudari RZ tersebut? Atau ada aktor intelektual di belakangnya?” Kata Faizal saat konferensi pers di kawasan Jakarta Selatan, Kamis (29/2/2024).

Kejanggalan kedua, kata Faizal, antara kejadian dengan pemeriksaan visum terhadap terduga RZ juga memiliki rentang waktu yang terlampau jauh. Sehingga hasil dari visum tersebut patut dicurigai tidak optimal.

Bahkan jarak waktu antara kejadian dugaan pelecehan seksual yang dialami oleh terduga korban dengan pengambilan visum sekitar satu tahun. Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hasil visum tersebut pastinya tidak akan optimal.

“Laporan polisi yang dibuat pelapor pada tanggal 12 Januari 2024, kemudian 15 hari setelah laporan baru dilakukan visum pada tanggal 27 Februari 2024,” ungkap Faizal.

Ketiga, Faizal menduga kasus pelecehan seksual yang dihadapi kliennya sarat akan unsur politisasi terkait pemilihan rektor Universitas Pancasila untuk periode 2024-2028.

Sementara ETH seseorang yang diproyeksikan untuk melanjutkan kepemimpinannya sebagai rektor untuk jangka waktu dua sampai dengan empat tahun ke depan. Hal ini dikarenakan ETH dianggap bisa meneruskan program dan kinjera yang sudah sangat baik selama menjabat Rektor di Universitas Pancasila. 

“Dilaporkannya beliau ini diduga sangat politis dan tidak mengedepankan asas pra duga tak bersalah. Selama 13 mengabdi tidak pernah ada pemberitaan dan isu seperti yang dituduhkan bahkan beliau sangat berkonsentrasi pada peningkatan kualitas kampus,” tutur Faizal. 

Dalam kasus ini, ETH dituduh telah melakukan pelecehan seksual terhadap dua wanita karyawan dari Universitas Pancasila. Salah satu laporan polisi dilayangkan oleh korban berinisial  RZ.

Laporan tersebut tersegister dengan nomor LP/B/193/I/2024/SPKT/Polda Metro Jaya, tertanggal 12 Januari 2024. Kemudian laporan polisi berikutnya merupakan pelimpahan dari Bareskrim Polri. Saat ini, kedua laporan itu masih dalam proses penyelidikan.

"Betul (dua LP), tentang laporan dugaan pelecehan seksual," jelas Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Polisi Ade Safri Simanjuntak.

Kasus dugaan pelecehan seksual yang diduga dilakukan oleh seorang rektor itu ditangani oleh Sub-Direktorat Remaja, Anak, dan Wanita (Subdit Renakta) Polda Metro Jaya. Dalam perkara ini, ETH diduga melanggar Pasal 6 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement