REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan, realisasi program penanaman kembali (replanting) sawit hanya mencapai 30 persen dari target 180 ribu hektare. Menurut dia, salah satu penghambat utamanya yakni regulasi yang mempersulit proses replanting bagi pekebun rakyat.
"Tadi diminta untuk mengkaji ulang Peraturan Menteri Pertanian karena sawah, kebun rakyat tidak bisa replanting karena diminta dua hal. Satu, selain sertifikat, diminta juga rekomendasi dari KLHK," ujar Airlangga di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Selasa (27/2/2024).
Menurut dia, pemerintah pun berencana meningkatkan dana replanting dari Rp 30 juta menjadi Rp 60 juta per hektare. Kenaikan itu diharapkan bisa memenuhi kebutuhan hidup pekebun selama masa tanam baru yang memerlukan waktu hingga empat tahun untuk berbuah.
Dengan dana yang lebih besar, diharapkan pekebun dapat mengatasi kesulitan finansial selama menunggu tanaman baru berproduksi. Pasalnya, antara bibit hingga siap panen memerlukan waktu tunggu empat tahun.
"Dari hasil kajian naskah akademik dan juga dari hasil komunikasi dari para pekebun itu untuk replanting mereka baru bisa berbuah di tahun ke-4. Sehingga kalau dananya Rp 30 juta itu hanya cukup mereka hidup di tahun pertama beli bibit dan hidup di tahun pertama," jelas Airlangga.
Selain itu, Airlangga juga menyoroti permasalahan ketelanjuran lahan yang masih menjadi hambatan bagi pekebun rakyat. Pemerintah berkomitmen mempercepat penyelesaian masalah ini, yang sudah diatur dalam Undang-Undang Cipta Kerja tapi belum terlaksana dengan baik.
Dalam rapat ini juga membahas rencana Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) untuk memberikan beasiswa bagi keluarga pekebun guna meningkatkan kesejahteraan pekebun rakyat. Menurut Airlangga, rapat akan dilanjutkan untuk membahas mengenai isu tersebut dan menetapkan langkah konkret lainnya.