Rabu 21 Feb 2024 10:29 WIB

Ketua Komisi X: Fokus Selesaikan Bullying daripada Merdeka Belajar Berjilid-jilid

Respons cepat terhadap bullying ini jangan hanya menyasar kalangan high profile.

Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda meminta Mendikbudristek Nadiem Makarim fokus menyelesaikan persoalan bullying secara menyeluruh.
Foto: DPR RI
Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda meminta Mendikbudristek Nadiem Makarim fokus menyelesaikan persoalan bullying secara menyeluruh.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Bullying yang terjadi di lingkungan SMA Binus International School Serpong Tangerang Selatan menjadi indikasi masih belum selesainya pekerjaan rumah tentang penyelesaian dosa besar pendidikan. Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) didesak menjadikan penanganan perundungan di sekolah sebagai prioritas. 

Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda mendesak Kemendikbudristek fokus pada masalah-masalah prioritas seperti bullying atau perundungan untuk diselesaikan secara komprehensif daripada mengeluarkan episode Merdeka Belajar berjilid-jilid namun minim implementasi. Sehingga, kata Huda, langkah tersebut bisa menjadi legacy Nadiem yang memasuki tahun terakhir masa kerjanya dalam Kabinet Indonesia Maju. 

Baca Juga

“Kami berharap ada legacy yang menjadi praktik baik dari era Mas Menteri untuk dijadikan prototipe kebijakan di era selanjutnya. Kami berharap praktik baik itu salah satunya dari penanganan kasus perundungan di lingkungan pendidikan,” kata Huda dalam keterangannya, Rabu (21/2/2024).

Seperti diketahui, terbongkarnya kasus perundungan di SMA Binus International School Serpong memicu keprihatinan banyak kalangan. Tetapi di sisi lain, menurut Huda, respons cepat para pemangku kepentingan terhadap kasus perundungan ini jangan hanya menyasar kalangan high profile

“Kasus bullying di Binus menjadi indikator jika kasus perundungan menjadi dosa besar di sekolah yang belum terselesaikan. Kendati demikian aksi cepat penanganan kasus tersebut jangan hanya dilakukan saat pelaku, korban, atau entitas penyelenggara pendidikan merupakan kalangan high profile,” ujar dia.

Huda menjelaskan, penanganan kasus bullying di lembaga pendidikan saat ini masih terkesan sporadis. Kemendikbudristek masih belum mampu menjadi ujung tombak untuk menekan kasus bullying di lembaga pendidikan secara terstruktur dan komprehensif. 

“Padahal sejak awal menjabat Mendikbudristek Mas Nadiem Makarim telah menyatakan jika bullying merupakan tiga dosa besar di lingkungan pendidikan selain pelecehan seksual dan intoleransi. Namun sampai di ujung jabatannya kasus bullying relatif marak terjadi,” katanya. 

Mendikbudristek Nadiem Makarim, kata Huda, memang telah mengeluarkan Permendibud Ristek Nomor 46/2023 tentang Pencegahan dan Penangan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan (PPKSP). Kendati demikian, implementasi permendikbud yang menjadi payung hukum pembentukan tim pencegahan dan penanganan kekerasan di level sekolah maupun satuan tugas pencegahan dan penanganan kekerasan di level pemerintah daerah masih menemui kendala.

“Penegasan bullying sebagai dosa besar harusnya menjadi prioritas penanganan. Namun faktanya saat ini masih banyak sekolah maupun pemda yang belum membentuk tim PPKSP maupun Satgas PPKSP di entitas masing-masing,” katanya. 

Politikus PKB ini menilai, aksi cepat tanggap bullying di SMA Binus Internasional School harusnya menjadi standar penanganan kasus perundungan di sekolah dan wilayah lain. Saat kasus ini meledak, semua bergerak cepat dari kepolisian, KPAI, masyarakat sipil, hingga netizen. 

“Namun aksi cepat ini tidak terjadi jika bullying di sekolah dan daerah lain. Apakah karena yang peserta didik yang diduga terlibat ini merupakan high profile sehingga semua mau memberikan perhatian besar,” katanya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement