Rabu 07 Feb 2024 16:04 WIB

Penegasan Jokowi tak akan Berkampanye Usai Gelombang Petisi Sivitas Akademika

Penegasan Jokowi tak akan kampanye disampaikan sepekan jelang hari pencoblosan pemilu

Presiden RI Joko Widodo bertemu dengan sejumlah pengurus PSI, di antaranya Ketum Kaesang Pangarep akhir pekan lalu. Pada hari ini, Jokowi menegaskan tidak akan berkampanye.
Foto:

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dessy Suciati Saputri, Eva Rianti, M Noor Alfian Choir

Presiden Joko Widodo (Jokowi) akhirnya menegaskan bahwa dirinya tidak akan ikut berkampanye untuk Pemilu 2024. Penegasan ini disampaikannya tepat sepekan sebelum hari pencoblosan Pemilu 2024 pada 14 Februari nanti.

Baca Juga

"Yang bilang siapa? Ini saya ingin menegaskan kembali pernyataan saya sebelumnya bahwa Presiden memang diperbolehkan undang-undang untuk kampanye dan juga sudah pernah saya tunjukkan bunyi aturannya. Tapi jika pertanyaannya apakah saya akan kampanye? Saya jawab: Tidak, saya tidak akan berkampanye," ujar Jokowi dalam keterangan pers di Gerbang Tol Limapuluh, Kabupaten Batubara, Sumatera Utara, Rabu (7/2/2024).

Sebelumnya, dua kali Jokowi berbicara dalam keterangan pers resmi, bahwa dirinya diperbolehkan oleh Undang-undang Pemilu untuk ikut berkampanye. Yang pertama, saat Jokowi menjawab pertanyaan wartawan di Pangkalan TNI AU Halim Perdanakusuma, Jakarta, Rabu (24/1/2024).

Saat itu, Jokowi menegaskan seorang Presiden juga diperbolehkan melakukan kampanye saat pemilu berlangsung. Selain itu, Jokowi menyebut seorang Presiden juga boleh memihak pasangan calon tertentu.

"Yang penting, presiden itu boleh loh kampanye. Presiden itu boleh loh memihak. Boleh," kata Jokowi

Selain merupakan pejabat publik, kata dia, presiden juga merupakan pejabat politik. Kendati demikian, Jokowi menegaskan dalam berkampanye, Presiden tidak boleh menggunakan fasilitas negara.

"Kita ini kan pejabat publik sekaligus pejabat politik. Masak gini nggak boleh, berpolitik nggak boleh, Boleh. Menteri juga boleh," kata Jokowi.

Pernyataan Jokowi itu kemudian memicu kegaduhan dan spekulasi bahwa Jokowi akan memihak dan tidak akan netral di Pemilu 2024. Merespons kegaduhan yang muncul, Jokowi sampai menggelar konferensi pers khusus di Istana pada Jumat (26/1/2024), dengan meminta masyarakat dan seluruh pihak agar tidak membuat interpretasi yang berbeda terkait pernyataannya soal Presiden bisa berkampanye dan memihak.

“Sudah jelas semuanya kok. Jadi sekali lagi jangan ditarik ke mana-mana. Jangan diinterpretasikan ke mana-mana. Saya hanya menyampaikan ketentuan aturan perundang-undangan karena ditanya,” kata Jokowi dalam keterangannya yang ditayangkan di Youtube Sekretariat Presiden, Jumat (26/1/2024).

Namun, penegasan Jokowi itu tetap tidak bisa meredam kegaduhan, khususnya di media sosial. Kalangan sivitas akademika bahkan kemudian satu per satu mengeluarkan pernyataan sikap mereka atau petisi terhadap pemerintah yang umumnya mengkhawatirkan kondisi demokrasi di Indonesia saat ini.

Berawal dari berkumpulnya sejumlah sivitas akademika Universitas Gadjah Mada (UGM) yang terdiri dari guru besar, dosen, mahasiswa, dan alumni  di Balairung UGM pada Rabu (31/1/2024), saat itu menyampaikan Petisi Bulaksumur untuk menyikapi kondisi perpolitikan nasional saat ini yang dinilai telah menyimpang. Petisi Bulaksumur dibacakan oleh salah seorang dosen senior, Prof Koentjoro yang meminta Jokowi berserta jajarannya untuk segera kembali pada koridor demokrasi, serta mengedepankan nilai-nilai kerakyatan dan keadilan sosial.

Petisi Bulaksumur kemudian menggelinding bak bola saju. Satu per satu perguruan tinggi menyuarakan keresahan senada atas iklim demokrasi saat ini. Hingga hari ini, perguruan tinggi yang menyatakan sikap kritisnya terhadap pemerintahan Jokowi terus bertambah hingga puluhan jumlahnya.

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement