REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia Corruption Watch (ICW) merespon negatif pengunduran diri yang dilakukan oleh Firli Bahuri dari KPK. ICW menduga ini bagian dari siasat Firli untuk mempertahankan integritasnya karena lolos dari disanksi etik.
Diketahui, Firli Bahuri mengundurkan diri dari lembaga antirasuah pada Kamis (21/12/2023). Hal tersebut dikatakan Firli setelah bertemu dengan Ketua dan Anggota Dewan Pengawas (Dewas) KPK. Adapun Dewas KPK masih menunggu lampu hijau dari Istana terkait pengunduran diri Firli.
"Mudah menebak strategi yang sedang dimainkan Firli, yakni ingin terbebas dari sanksi etik dan masih menganggap dirinya berintegritas," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana kepada wartawan, Jumat (22/12/2023).
Kurnia mengamati siasat Firli menghindari segala sanksi hukum maupun etik sebenarnya sudah tampak sejak awal. Misalnya, saat Penyidik Polda Metro Jaya ingin memeriksanya, Firli sempat menggunakan segudang alasan untuk tidak menghadiri panggilan tersebut. Begitu pula pasca dirinya ditetapkan sebagai Tersangka, Firli mengajukan upaya praperadilan.
"Lalu, setelah putusan praperadilan tidak menerima permohonannya, mantan jenderal bintang tiga kepolisian itu pun kembali bermanuver dengan cara mengirimkan surat pengunduran diri kepada Presiden," ujar Kurnia.
Kurnia menduga Firli dijatuhi sanksi berat oleh Dewas KPK. Hal ini menyusul Dewas KPK yang menyidangkan tiga kasus dugaan pelanggaran etik Firli Bahuri. Tiga kasus tersebut ialah dugaan pertemuan dengan eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, tidak jujur mengisi Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), dan menyewa rumah di kawasan elite Jalan Kertanegara Nomor 46, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
"Jika kemudian terbukti, maka jenis sanksinya tetap bisa dikategorikan berat mengikuti ketentuan pelanggaran etik pertama. Sekalipun, kepatuhan LHKPN Firli ini dapat dikembangkan ke arah indikasi penerimaan gratifikasi. Sebab, jika bukan dari hasil gratifikasi, mengapa Firli enggan menaruhnya di dalam LHKPN? Bila benar, penerimaan gratifikasi adalah hal terlarang dalam ketentuan kode etik KPK yang mana hukumannya adalah sanksi berat," ujar Kurnia.
Sebelumnya, Dewas KPK menggelar sidang kode etik Ketua KPK nonaktif Firli Bahuri pada Jumat, (22/12/2023). Dewas KPK memeriksa 3 orang saksi pada hari ini tanpa kehadiran Firli Bahuri. Anggota Dewas KPK, Syamsuddin Haris menyampaikan sidang etik ini tetap dilangsungkan tanpa kehadiran Firli. Dewas KPK menjadwalkan putusan sidang kode etik Firli Bahuri dibacakan pada Rabu pekan depan.