REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia Corruption Watch (ICW) mengkritisi pengunduran diri yang diajukan oleh Ketua KPK nonaktif Firli Bahuri. ICW mengingatkan supaya Istana tak langsung menyetujuinya karena Firli masih tersandung kasus etik.
Diketahui, Firli Bahuri mengundurkan diri dari lembaga antirasuah pada Kamis (21/12/2023). Hal tersebut dikatakan Firli setelah bertemu dengan Ketua dan Anggota Dewan Pengawas (Dewas) KPK. Adapun Dewas KPK masih menunggu lampu hijau dari Istana terkait pengunduran diri Firli.
"Presiden harus menunda penerbitan Keputusan Presiden yang berisi pemberhentian Firli Bahuri sampai kemudian persidangan dugaan pelanggaran kode etik di Dewan Pengawas selesai," kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana kepada wartawan, Jumat (22/12/2023).
ICW mendorong Dewas KPK bersurat kepada Istana terkait penundaan pengunduran diri Firli. ICW mengingatkan agar Firli tetap harus melalui sidang etik sebelum mundur dari KPK.
"Dewan Pengawas segera mengirimkan surat kepada Presiden untuk meminta agar permohonan pengunduran diri Firli Bahuri ditunda sampai kemudian persidangan dugaan pelanggaran kode etik selesai," ujar Kurnia.
ICW juga mengamati mundurnya Firli dari KPK merupakan modus lama menghindari penegakan etik di Dewas KPK. Firli disebut ICW meniru cara Lili Pintauli Siregar lolos dari sidang etik.
Pada Juli 2022 lalu, Lili Pintauli Siregar punya permasalahan hukum yang berujung pada pengunduran dirinya. Lili mundur dari KPK seusai terlilit kasus gratifikasi. Berkat pengunduran ini, proses sidang etik terhadapnya berhenti.
"Firli mengirimkan surat pengunduran diri sebagai Pimpinan KPK kepada Presiden di tengah proses persidangan dugaan pelanggaran kode etik sedang berlangsung. Jika kemudian Presiden menyetujuinya, maka persidangan etik di Dewas berpotensi besar akan dihentikan," ujar Kurnia.
Kurnia menegaskan pengunduran Firli merupakan taktik melepas tanggung jawab. Firli sudah pernah memakai cara ini saat menjabat Deputi Penindakan KPK. Firli saat itu ditarik ke institusi Polri dengan alasan promosi jabatan ketika tersandung kasus etik.
"Siasat Firli menghindari segala sanksi, baik hukum maupun etik, terhadap perbuatan yang diduga ia lakukan sebenarnya sudah tampak sejak awal," ucap Kurnia.