REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) kembali menyeret Ketua KPK nonaktif Firli Bahuri ke sidang etik.
Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorongan Panggabean mengatakan, sidang etik terhadap Firli Bahuri akan mulai digelar Kamis 14 Desember 2023. Sidang etik tersebut, kali ketiga bagi Firli Bahuri selama penugasannya di KPK.
Tumpak menerangkan, saat ini, Dewas KPK mengantongi tiga dugaan pelanggaran etik yang dilakukan Firli Bahuri sebagai Ketua KPK. Dugaan pertama, menyangkut eks Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL).
“Yaitu meyangkut perbuatan dan berhubungan dengan pertemuan FB (Firli Bahuri) dengan SYL,” kata Tumpak di Gedung ACLC KPK, di Jakarta, Jumat (8/12/2023).
Dugaan pelanggaran etik tersebut, kata Tumpak, terkait dengan adanya bukti-bukti pertemuan, dan komunikasi Firli Bahuri dengan politikus Partai Nasdem itu dalam pengusutan korupsi di Kementan.
Dugaan pelanggaran etik kedua, kata Tumpak, menyangkut soal harta kekayaan Firli Bahuri yang tak sesuai dengan Laporan Harta Kekayaan Penyelanggara Negara (LHKPN). Ketiga, kata Tumpak, perihal penyewaan rumah singgah Firli Bahuri di Jalan Kertanegara 46 Jaksel. Rumah tersebut diketahui dalam pemanfaatan oleh Firli Bahuri.
Sementara biaya penyewaannya, dilakukan oleh pengusaha Alex Tirta. Tumpak menerangkan tiga dugaan pelanggaran tersebut, Firli Bahuri diyakini melanggar Pasal 4 ayat (2) a, atau Pasal 4 ayat (1) j, dan Pasal 8 ayat (e) Peraturan Dewas 3/2021 tentang Penegakan Kode Etik dan Kode Perilaku.
Tumpak, pun meyakinkan sidang etik terhadap Firli Bahuri akan digelar cepat. Dia meyakinkan, Dewas KPK akan memutuskan nasib etik Firli Bahuri sebelum pindah tahun. “Kami (Dewas KPK) berusaha akhir tahun selesai lah perkara ini. Sebelum natal kalau bisa,” ujar Tumpak.
Dia mengatakan, meskipun Firli Bahuri saat ini dalam status tersangka oleh kepolisian, namun, proses etik terhadap purnawirawan bintang tiga polisi itu akan tetap berjalan. Pun bahkan, kata Tumpak, jika nantinya kepolisian melakukan penahanan terhadap Firli Bahuri, proses etik terhadapnya, juga tetap berjalan.
Tumpak beralasan, karena Firli Bahuri sampai saat ini, masih tercatat sebagai bagian dari KPK. Meskipun statusnya sebagai Ketua KPK sudah dinonaktifkan. “Beliau ini (Firli Bahuri) masih diberhentikan sementara (sebagai Ketua KPK). Dan masih insan KPK,” terang Tumpak.
Sebab itu, Tumpak mengatakan, putusan etik terhadap Firli Bahuri, harus lebih awal ada ketimbang status hukumnya di kepolisian semakin menjerat sebagai tahanan, atau terdakwa. “Kalau sudah tidak insan KPK, lain ceritanya nanti,” ujar Tumpak.
Sidang etik terhadap Firli Bahuri ini, bukan kali pertama. Dalam catatan, Firli Bahuri sudah dua kali diputuskan melakukan pelanggaran kode etik selama bertugas di KPK. Pada September 2020 lalu, Dewas KPK, pernah menyatakan Firli Bahuri melakukan pelanggaran kode etik sebagai Ketua KPK.
Pelanggaran etik tersebut, terkait dengan Firli Bahuri yang ketahuan menikmati pemberian fasilitas helikopter saat melakukan dinas kerja ke Sumatera Selatan (Sumsel). Dewas KPK, pun memberikan sanksi dan teguran terhadap Firli Bahuri.
Pada September 2019, Firli Bahuri, pun pernah dinyatakan melanggar kode etik di KPK. Saat itu, Firli Bahuri masih menjabat sebagai Deputi Penindakan di KPK. Pelanggaran etik tersebut, terkait dengan pertemuan Firli Bahuri dengan Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) Tuan Guru Bajang (TGB) pada 2018. Pertemuan tersebut terkait dengan pengusutan korupsi kepemilikan saham PT Newmont yang melibatkan Pemerintah Provinsi NTB. Namun saat itu, internal KPK tak memberikan sanksi terhadap Firli Bahuri. Melainkan hanya mengembalikan Firli Bahuri ke institusi kepolisian.
Sementara nasib hukum Firli Bahuri, saat ini, berstatus tersangka sejak Rabu (22/11/2023). Polda Metro Jaya menetapkan Firli Bahuri sebagai tersangka korupsi, berupa pemerasan, dan penerimaan gratifikasi, hadiah, atau janji.
Kasus yang menjerat Firli Bahuri tersebut, terkait dengan pengusutan kasus korupsi di Kementan, yang menjerat eks Mentan Yasin Limpo sebagai tersangka di KPK. Atas penetapan tersangka oleh kepolisian tersebut, Firli Bahuri mengajukan praperadilan. Namun jabatannya sebagai Ketua KPK diberhentikan sementara sampai status hukumnya