Sebelumnya, Kepala PVMBG Hendra Gunawan mengatakan, sifat erupsi Gunung Marapi sangat sulit dideteksi, baik secara visual maupun kegempaan. Sebab itu, pihaknya sejak 2011 memberikan status level II atau waspada di gunung aktif tersebut atau dalam kata lain berstatus waspada.
“Dengan sebegitu banyak peralatan memang sifat dari erupsi Gunung Marapi ini sangat sulit dideteksi ya,” ucap Hendra dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (4/12/2023).
“Sangat-sangat miskin gempa di Gunung Marapi, walaupun alat kita cukup banyak. Nah ini kenapa alasan kita selalu pada level II, untuk antisipasi sebetulnya. Preventif agar menghindari kejadian yang tidak kita inginkan bersama,” jelas dia.
Dia juga menekankan, pihaknya hanya berkewenangan untuk memberikan saran dan rekomendasi untuk dijadikan sebagai dasar pertimbangan dibuka atau tutupnya kawasan gunung tersebut untuk pendakian. PVMBG, kata dia, mengembalikan kebijakan itu kepada pemangku kepentingan terkait.
“Rekomendasi teknis dari PVMBG ini kan boleh mendaki, tapi jaga jarak gitu ya. Karena kita tidak ingin ada kejadian yang tidak diinginkan untuk kasus bila ada erupsi yang mendadak, itu saja sebetulnya,” kata dia.
Hingga hari ketiga pasca erupsi Gunung Marapi, jumlah korban meninggal dunia tercatat sebanyak 22 orang. Data ini dihimpun Kantor Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) Padang hingga pukul 19.30 WIB, Selasa (5/12/2023).
Kepala Kantor Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) Padang, Abdul Malik mengatakan terdapat penambahan korban jiwa sebanyak 9 orang dari data sebelumnya. Penambahan ini berasal dari 12 orang pendaki kemarin dinyatakan masih hilang.
“Sembilan orang dalam proses evakuasi. Satu orang masih dalam pencarian," kata Abdul Malik.