Ahad 03 Dec 2023 19:01 WIB

KPK Diminta Perbaiki Kualitas Pembuktian di Kasus Hakim Agung Gazalba Saleh

KPK menahan Hakim Agung Gazalba Saleh sejak Kamis (30/11/2023) malam.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Agus raharjo
Tersangka Hakim Agung (nonaktif) Gazalba Saleh (kiri) dikawal menuju ruang konferensi pers terkait penetapan dan penahanan tersangka di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (30/11/2023). Gazalba Saleh  yang sebelumnya divonis bebas karena tidak terbukti bersalah dalam perkara suap pengurusan perkara kasasi di Mahkamah Agung, kembali ditahan dalam dugaan menerima gratifikasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) atas sejumlah perkara yang ditangnainya di MA pada periode 2018 - 2022 dengan nilai mencapai Rp15 Miliyar, yang telah berubah menjadi berbagai aset Rumah, Tanah dan Mata Uang Asing.
Foto: ANTARA FOTO/Reno Esnir
Tersangka Hakim Agung (nonaktif) Gazalba Saleh (kiri) dikawal menuju ruang konferensi pers terkait penetapan dan penahanan tersangka di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (30/11/2023). Gazalba Saleh yang sebelumnya divonis bebas karena tidak terbukti bersalah dalam perkara suap pengurusan perkara kasasi di Mahkamah Agung, kembali ditahan dalam dugaan menerima gratifikasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) atas sejumlah perkara yang ditangnainya di MA pada periode 2018 - 2022 dengan nilai mencapai Rp15 Miliyar, yang telah berubah menjadi berbagai aset Rumah, Tanah dan Mata Uang Asing.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum dari Universitas Mulawarman Herdiansyah Hamzah mengingatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengambil pelajaran dari Hakim Agung nonaktif Gazalba Saleh yang lolos dari jerat hukum. Herdiansyah mendesak KPK memperbaiki kualitas pembuktian agar bisa memenjarakan Gazalba.

Gazalba baru saja ditahan KPK lagi dalam kasus dugaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Gazalba ditetapkan sebagai tersangka dugaan gratifikasi dan TPPU walau sudah divonis bebas dari kasus suap.

Baca Juga

"Berkaca di perkara sebelumnya, kekuatan alat bukti KPK yang harus disempurnakan. KPK harus betul-betul memastikan alat bukti itu firm," kata Herdiansyah kepada Republika.co.id, Ahad (3/12/2023).

Herdiansyah mengingatkan dakwaan dan bukti yang digunakan KPK harus berlapis. Kemudian, KPK perlu menunjangnya dengan keterangan saksi yang memadai. Hal ini diperlukan guna mencegah Gazalba lolos dari dakwaan gratifikasi sekaligus TPPU.

"Jadi selain delik pidana gratifikasinya, pada saat yang bersamaan delik TPPUnya juga harus disasar. Jadi logikanya, kendati pun lolos di jaring pertama, setidaknya nyangkut di jaring kedua," ujar Herdiansyah.

Herdiansyah juga meminta KPK lebih teliti dalam pembuktian perkara ini. Dengan demikian, KPK diharapkan tak mengulangi kesalahan yang sama hingga membuat Gazalba lolos dari jerat hukum meski anak buahnya divonis bersalah.

"Intinya, KPK harus belajar banyak dari pengalaman sebelumnya. Jangan terlalu percaya diri tanpa ditopang alat bukti yang kuat," ujar Herdiansyah.

Sebelumnya, KPK menahan Hakim Agung Gazalba Saleh pada Kamis (30/11/2023) malam. Dia ditahan usai ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan penerimaan gratifikasi dan TPPU terkait pengurusan perkara di MA. KPK menahan Gazalba Saleh selama 20 hari pertama hingga 19 Desember 2023. Dia bakal mendekam di Rumah Tahanan (Rutan) KPK.

Kasus ini berawal sejak Gazalba menduduki jabatan sebagai Hakim Agung Kamar Pidana MA RI sejak 2017. Dalam beberapa perkara dia ditunjuk untuk menjadi salah satu anggota Majelis Hakim yang menangani permohonan kasasi maupun peninjauan kembali di MA.

Sejumlah perkara yang pernah disidangkan dan diputus oleh Gazalba, diketahui terdapat pengondisian terkait isi amar putusan. Tujuannya, untuk mengakomodasi keinginan dan menguntungkan pihak-pihak berperkara yang mengajukan upaya hukum di MA. Salah satunya perkara kasasi dengan terdakwa eks Menteri KKP Edhy Prabowo.

Sebagai bukti permulaan awal KPK menemukan adanya aliran uang berupa penerimaan gratifikasi sejumlah sekitar Rp 15 miliar. Aliran dana ini terjadi dalam kurun waktu 2018-2022.

Kemudian, Gazalba menggunakan uang hasil gratifikasi itu untuk membeli sejumlah aset. Rinciannya, yakni pembelian satu unit rumah secara tunai di wilayah Cibubur, Jakarta Timur dengan harga Rp 7,6 miliar; satu bidang tanah dan bangunan di wilayah Tanjung Barat, Jagakarsa, Jakarta Selatan seharga Rp 5 miliar.

Gazalba diketahui tidak pernah melaporkan gratifikasi itu kepada KPK dalam waktu 30 hari sejak diterima. Dia juga tidak mencantumkan aset-aset bernilai ekonomis lainnya dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) miliknya.

Atas perbuatannya, Gazalba disangkakan melanggar Pasal 12B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Di sisi lain, KPK pernah menahan Gazalba Saleh terkait kasus dugaan suap penanganan perkara di MA. Namun, majelis hakim Pengadilan Tipikor Bandung menjatuhkan vonis bebas Gazalba Saleh. Ia dinilai tidak bersalah dalam kasus tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement