REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Staf Ahli Menteri Luar Negeri Bidang Antar Lembaga Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia Muhsin Syihab mengatakan Indonesia ingin gencatan senjata di Gaza permanen. Sebab menurut Indonesia gencatan sementara yang sekarang dua hari ditambah empat hari tidak cukup.
"Ibu Menlu (Retno Marsudi) sudah menyampaikan beberapa kali, dengan gencatan senjata sekarang ini truk (bantuan) yang hanya 100 truk per hari bisa masuk ke pengungsian (Gaza) padahal yang dibutuhkan 800 truk," katanya usai Seminar Peringatan Hari Solidaritas Internasional bagi Rakyat Palestina, di Universitas Indonesia, Depok Rabu (29/11/2023).
Muhsin menambahkan selain itu yang perlu dilakukan adalah terus mendorong solusi perdamaian dan Israel menghentikan kekejaman dan mematuhi resolusi-resolusi PBB dan semua kesepakatan yang sesuai parameter internasional.
Ia menjelaskan dengan Resolusi 242 tahun 1967 dan Resolusi 338 tahun 1973 Dewan Keamanan PBB meminta Israel mundur dari daerah Palestina. Resolusi-resolusi itu tambahnya menjadi rujukan untuk dialog-dialog internasional.
"Seperti Oslo Accords dan sebagainya, yang kami sebut parameter internasional selain resolusi Dewan Keamanan PBB sayangnya ini semua tidak dipatuhi oleh Israel sehingga yang terjadi situasinya di lapangan semakin buruk," kata Muhsin.
Ia menambahkan sangat disesalkan ketidakpatuhan tersebut terus berlanjut. Tetapi masyarakat internasional khususnya Indonesia penjajahan di muka bumi harus dihapuskan.
"Karena ini bagian konstitusional kita untuk memperjuangkan kemerdekaan Palestina selain itu Indonesia juga punya utang sejarah," katanya.
Ia menjelaskan sepuluh tahun setelah Republik Indonesia merdeka Presiden Soekarno menggelar Konferensi Tingkat Tinggi Asia-Afrika. Semua negara yang hadir di KTT Asia-Afrika itu sudah merdeka. Karena pertemuan itu menjadi inspirasi perjuangan kemerdekaan.
"Hanya 10 tahun setelah kita merdeka, satu-satunya negara yang belum merdeka saat ini, hanya Palestina karena itu selain karena tanggungjawab konstitusional ada utang moral dan utang histori karena kita yang menginisiasinya," kata Mushin.