Sabtu 18 Nov 2023 00:51 WIB

Tiga Kategori Cuaca Ekstrem Pernah Terjadi di Indonesia, Apa dan Bagaimana Cirinya?

Masyarakat diimbau tetap siaga menghadapi bencana hidrometeolologi.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Agus raharjo
Mendung menyelimuti kawasan Bundaran Hotel Indonesia di Jakarta, Sabtu (15/10/2022). Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika merilis cuaca ekstrem akan terus berlanjut hingga sepekan ke depan dan diprediksi akan terjadi di hampir seluruh wilayah Indonesia.
Foto: ANTARA/Galih Pradipta
Mendung menyelimuti kawasan Bundaran Hotel Indonesia di Jakarta, Sabtu (15/10/2022). Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika merilis cuaca ekstrem akan terus berlanjut hingga sepekan ke depan dan diprediksi akan terjadi di hampir seluruh wilayah Indonesia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Peneliti Ahli Utama Bidang Klimatologi, Pusat Riset Iklim dan Atmosfer Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Erma Yulihastin mengungkapkan tiga kategori bentuk cuaca ekstrem yang dapat terjadi dan sebelumnya sudah pernah terjadi di wilayah Indonesia. Ketiga kategori itu, yakni squall line, bow echo, dan Mesosclae Convenvtive Complex (MCC).

Squall line storm merupakan sistem badai yang terbentuk dari pertumbuhan awan secara horizontal dan memanjang pada lapisan atas dari awan atau anvil. Squall line dapat dibentuk dari beberapa sel hujan yang bergabung membentuk garis,” kata Erma dikutip dari siaran Youtube BRIN, Jumat (17/11/2023).

Baca Juga

Erma mengatakan, badai squall line dan banjir rob Jawa-Bali pernah terjadi pada 25 Mei–5 Juni 2020. Selain itu pernah terjadi juga di 20-21 Mei 2020. Squall line pada bulan Mei tersebut mempunyai siklus hidup panjang, lebih dari 24 jam. Penjalarannya pun terjadi secara cepat, yakni 13,8 m/detik dan mengalami penguatan kembali setelah menyeberang Selat Sunda.

Bentuk cuaca ekstrem lainnya adalah bow echo. Erma menjelaskan, bow echo bisa terbentuk di dalam squall line, dapat dilihat di satelit ketika di dalam squall line terdapat ada yang membengkok seperti busur atau membentuk bumerang. Lengkungan itu, kata dia, terjadi karena ada pusaran angin atau siklonik di bagian ujung yang satu, dan antisiklonik di ujung yang satunya lagi.

“Di ujung lengkungannya juga ada angin kencangnya. Bahkan, ada downburst-nya juga, downburst (hujan) itu seperti awan yang jatuh ke bawah gitu ya saking hujannya itu bener-bener ‘brek’ diturunkan dari atas ke bawah dengan sangat intens dan deras,” ucap Erma.

Angin kencang dengan kekuatan 56 km/jam...

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement