REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR tak dalam posisi mendukung ataupun menolak usulan hak angket kepada Mahkamah Konstitusi (MK) terkait putusan usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres). Mereka menegaskan, taat kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ketua Fraksi PKS DPR Jazuli Juwaini meluruskan, panitia khusus (pansus) hak angket dibuat untuk mengkritisi kebijakan pemerintah di tingkat eksekutif. Misalnya, permasalahan kelangkaan minyak goreng, kereta, ataupun kebijakan lain yang merugikan rakyat.
"Objek hak angket itu eksekutif, kalau yudikatif nggak ada hak angketnya, salah alamat nanti kita kalau bicara. Kan semangat itu harus sesuai aturan, di dalam hak angket itu yang DPR punya hak angket bertanya itu adalah kepada eksekutif pemerintah," ujar Jazuli di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta Pusat, Kamis (9/11/2023).
Suka atau tidak suka, sambung dia, putusan MK terkait usia minimal capres-cawapres bersifat final dan mengikat. Jazuli menyebut, meskipun Ketua MK Anwar Usman terbukti oleh Majelis Kehormatan MK (MKMK) melakukan pelanggaran kode etik, namun aturan yang diputuskan tetap berlaku.
"Kalau keputusan MK final dan mengikat, hakim MK kalau dia terindikasi cacat secara moral, dia bisa diangkat dan diadili, kan begitu. Diadili, kemarin sudah diadili dikasih hukuman beda-beda," ujar Jazuli.
Pembentukan Pansus hak angket harus berdasarkan urgensi dan memenuhi syarat. Syarat penggunaan hak angket ini diatur dalam Pasal 199 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD (MD3).
Dalam Pasal 199 Ayat 1 berbunyi, "Hak angket sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 ayat (1) huruf b diusulkan oleh paling sedikit 25 (dua puluh lima) orang anggota DPR dan lebih dari 1 (satu) fraksi".
Hak angket adalah upaya untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan kebijakan pemerintah yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Hak menyatakan pendapat juga merupakan tindak lanjut dari pelaksanaan hak angket.
"Kita itu semangatnya itu kan harus berdasarkan aturan gitu loh, bukan nggak boleh. Orang semangat-semangat, ya DPR ini kan lembaga, harusnya orang-orang terdidik yang membuat undang-undang dan komitmen terhadap undang-undang," ujar Jazuli.
Wacana hak angket ke MK diusulkan oleh anggota Fraksi PDIP DPR Masinton Pasaribu saat menginterupsi Rapat Paripurna Pembukaan Masa Persidangan II Tahun Sidang 2023-2024, belum lamaini. Dalam interupsinya, ia mengkritik MK yang saat ini dipermainkan oleh pragmatisme politik.
Menurut Masinton, putusan MK terkait syarat menjadi capres dan cawapres pada 16 Oktober 2023, telah mencederai Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Tak segan, ia menyebut MK saat ini menjadi bagian dari tirani politik.
"Maka kita harus mengajak secara sadar dan kita harus sadarkan bahwa konstitusi kita sedang diinjak-injak. Kita harus menggunakan hak konstitusional yang dimiliki oleh lembaga DPR," ujar Masinton.