Kamis 09 Nov 2023 12:25 WIB

KPU: Tiga Bakal Capres-Cawapres Memenuhi Syarat, Ditetapkan Pekan Depan

KPU menegaskan bahwa Wali Kota Solo berusia 36 tahun itu juga berstatus MS.

Rep: Febryan A/ Red: Agus raharjo
Ketua KPU Hasyim Asyari berbincang dengan Anggota KPU Idham Holik sebelum memberikan keterangan di Gedung KPU, Jakarta, Jumat (18/8/2023). Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI menetapkan sebanyak 9.925 bakal calon anggota legislatif (bacaleg) DPR RI dalam daftar calon sementara (DCS) untuk Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Sebanyak 9.925 nama yang sudah ditetapkan dalam DCS tersebut akan diumumkan pada 19 Agustus hingga 23 Agustus 2023.
Foto: Prayogi/Republika
Ketua KPU Hasyim Asyari berbincang dengan Anggota KPU Idham Holik sebelum memberikan keterangan di Gedung KPU, Jakarta, Jumat (18/8/2023). Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI menetapkan sebanyak 9.925 bakal calon anggota legislatif (bacaleg) DPR RI dalam daftar calon sementara (DCS) untuk Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Sebanyak 9.925 nama yang sudah ditetapkan dalam DCS tersebut akan diumumkan pada 19 Agustus hingga 23 Agustus 2023.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner KPU RI Idham Holik mengatakan, pihaknya sudah selesai melakukan verifikasi administrasi terhadap syarat-syarat pencalonan pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, Ganjar Pranowo-Mahfud MD, dan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming. Hasilnya, ketiga pasangan tersebut memenuhi syarat (MS) untuk menjadi capres-cawapres Pilpres 2024.

"Semua dokumen administrasi pencalonan bakal capres dan bakal cawapres berdasarkan hasil verifikasi administrasi telah dinyatakan memenuhi syarat," kata Idham kepada wartawan, Kamis (9/11/2023).

Baca Juga

Karena sudah berstatus MS, kata dia, tiga pasangan itu kini hanya tinggal menunggu penetapan. KPU akan melaksanakan penetapan atau peresmian tiga pasangan tersebut sebagai capres-cawapres Pilpres 2024 pada Senin (13/10/2023).

"Sehari kemudian, 14 November 2023 akan dilakukan pengundian nomor urut capres-cawapres," kata Koordinator Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu KPU RI itu.

Khusus terkait pencalonan Gibran, Idham menegaskan bahwa Wali Kota Solo berusia 36 tahun itu juga berstatus MS. Sebab, ketentuan syarat batas usia yang berlaku adalah seusai amar putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023, yakni kepala daerah boleh menjadi capres atau cawapres meski belum berusia 40 tahun.

Idham menambahkan, putusan nomor 90 itu hingga kini masih berlaku sehingga KPU menjadikannya landasan untuk memverifikasi pencalonan Gibran. Mahkamah Kehormatan MK (MKMK) tidak membatalkan putusan 90 itu meski menemukan banyak pelanggaran kode etik dalam proses pembuatan putusannya.

"Pasca-putusan MKMK sampai saat ini tidak ada pembatalan putusan MK nomor 90/PUU-XXI/2023," ujarnya.

MKMK membacakan putusan atas perkara pelanggaran kode etik Ketua MK Anwar Usman di Gedung MK, Jakarta, Selasa (7/11/2023) sore. MKMK menyatakan Anwar terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi.

Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie mengatakan, Anwar terbukti melanggar Sapta Karsa Hutama Prinsip Ketidakberpihakan Penerapan angka 5 huruf b dan Prinsip Integritas Penerapan angka 2 karena terlibat dalam pembuatan putusan MK perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023.

Prinsip Ketidakberpihakan Penerapan angka 5 huruf b pada intinya melarang hakim konstitusi terlibat dalam pemeriksaaan perkara yang anggota keluarganya mempunyai kepentingan langsung terhadap putusan. Adapun putusan nomor 90 berkaitan dengan kepentingan keponakan Anwar, Gibran Rakabuming, maju sebagai cawapres.

Jimly menambahkan, Anwar juga terbukti melanggar Sapta Karsa Hutama Prinsip Independensi Penerapan angka 1,2, dan 3 karena sengaja membuka ruang intervensi pihak luar dalam proses pengambilan keputusan perkara nomor 90.

Karena itu, sejumlah sanksi dijatuhkan kepada Anwar. Salah satunya sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua MK. Artinya, Anwar hanya kehilangan jabatan ketua, tapi tetap menjabat sebagai hakim konstitusi yang mulia lagi terhormat.

Meski menemukan banyak pelanggaran etik, MKMK tidak membatalkan putusan MK nomor 90. MKMK mengaku tidak berwenang menilai atau mengoreksi putusan MK.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement