REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Administrasi Negara (LAN) menilai reformasi birokrasi masih belum optimal setelah satu dekade bergulir. Hal ini didasarkan beberapa indikator seperti indeks persepsi korupsi pada 2022, Indonesia menempati posisi ke-6 di negara ASEAN.
Kepala LAN Adi Suryanto mengatakan indikator lainnya, yakni ease of doing business yang cenderung stagnan peringkat 73 dari 190 negara. Indikator government effectiveness index sebagai parameter efektivitas dan kualitas pelayanan publik juga masih jauh dari harapan.
“Dari berbagai indikator tersebut jelas bahwa proses reformasi birokrasi selama ini masih berjalan di tempat dan hanya sebagai formalitas, sehingga belum menimbulkan dampak yang signifikan bagi kemajuan bangsa,” ujarnya kepada wartawan, Selasa (31/10/2023).
Adi menyebut, program kerja prioritas Presiden Joko Widodo pada 2019-2024 menitikberatkan reformasi birokrasi dengan mengubah cara kerja birokrasi yang lebih cepat, produktif, inovatif dan kompetitif. Adapun transformasi organisasi tidak lagi menggunakan cara pengendalian yang otokratis dan hirarkis tetapi telah bergeser kepada pengembangan kemampuan belajar.
Maka itu, lanjut Adi, LAN sejak awal pandemi telah memulai melakukan transformasi kebijakan pengembangan kompetensi dengan model agile learning yang lebih berfokus pada model pembelajaran ASN dapat berpikir kritis, inovatif serta fleksibilitas dan kolaborasi.
“Untuk membangun model agile learning ini diperlukan transformasi ecosystem pembelajaran yang mencakup empat pilar yaitu desain program, transformasi peran trainer, pemberdayaan teknologi dan kerangka manajemen mutu. Keempat pilar tersebut menjadi langkah strategis untuk mempersiapkan ASN yang profesional dan berkelas dunia,” ucapnya.
Dalam sidang pengukuhan Guru Besar yang digelar Politeknik STIA LAN Jakartaa di Graha Makarti Bhakti Nagari, ASN Corporate University, Senin (30/10/2023), Adi Suryanto memaparkan orasi ilmiah yang berjudul ‘Transformasi Pengembangan Kompetensi ASN sebagai Strategi Mewujudkan Birokrasi Berkelas Dunia’.
Orasi ilmiah ini merupakan refleksi keilmuan dan praktik perjalanan kariernya memimpin LAN, yang bertanggung jawab dalam pengembangan kompetensi bagi para ASN dan mengembangkan serta meningkatkan kualitas kebijakan publik.
Sementara itu, Ketua MPR Bambang Soesatyo menambahkan konstitusi mengamanatkan kepada negara untuk mencerdaskan kehidupan bangsa ditengah tantangan dan dinamika yang semakin kompetitif.
“Kita membutuhkan sebanyak mungkin insan-insan cendekia sebagai sumberdaya pembangunan yang berkualitas dan berdaya saing global,” ucapnya.
Maka itu, menurutnya, dalam kaitan ini kehadiran guru besar memiliki kontribusi penting untuk mewujudkan amanat konstitusi tersebut, karena pada hakikatnya guru besar adalah pengajar, pendidik sekaligus peneliti yang mengabadikan hasil penelitiannya untuk masyarakat.
Namun faktanya, dia menyebut, jumlah guru besar di Indonesia masih sangat sedikit berdasarkan data 2022 dari 317 ribu dosen aktif yang tercatat hanya sekitar 2,6 persen yang menjadi guru besar. Oleh karena itu, dia mendorong peningkatan jumlah guru besar sampai pada rasio yang ideal.
“Pengukuhan Prof Adi Suryanto menjadi Guru Besar ini menjadi sebuah contoh konkrit pengabdian kepada masyarakat, dan harapannya kedepan akan lebih banyak guru besar baru yang dilahirkan dari berbagai perguruan tinggi sehingga upaya pemerintah untuk mencerdaskan bangsa dapat segera terwujud,” ucapnya.