Jumat 20 Oct 2023 21:32 WIB

Sekda Dorong Tumpukan Sampah di TPS Pasar Induk Gedebage Segera Ditangani

Ada 1.600 ton sampah yang masih tertahan di Kota Bandung.

Rep: Dea Alvi Soraya/ Red: Muhammad Hafil
Penutupan sementara TPS Sederhana di Jalan Sederhana, Kota Bandung berdampak kepada tumpukan sampah berceceran di sejumlah ruas Jalan Sukajadi, Jalan Jurang dan Jalan Sederhana, Selasa (17/10/2023).
Foto: Republika/ M Fauzi Ridwan
Penutupan sementara TPS Sederhana di Jalan Sederhana, Kota Bandung berdampak kepada tumpukan sampah berceceran di sejumlah ruas Jalan Sukajadi, Jalan Jurang dan Jalan Sederhana, Selasa (17/10/2023).

REPUBLIKA.CO.ID,BANDUNG—Sekretaris Daerah Kota Bandung Ema Sumarna mendorong tumpukan sampah di TPS kawasan Pasar Induk Gedebage segera ditangani. Ketua Satgas Penanganan Kedaruratan Sampah itu mendorong aparat kecamatan dan Perumda Pasar Juara untuk segera berkoordinasi dengan Dinas Lingkungan Hidup terkait penanganan sampah pasar. 

“Kalau ini dibiarkan, apa kota ini mau jadi lautan sampah? Tentu saja tidak. Jadi saya minta ini Pak Camat segera berkoordinasi dengan Perumda Pasar dan DLH Kota Bandung,” pintanya saat melakukan tinjauan, Jumat (20/10/2023). 

Baca Juga

Ema juga meminta seluruh pihak untuk menumbuhkan komitmen dalam penanganan darurat sampah ini. Dia meminta pihak kewilayahan untuk menggencarkan sosialisasi tentang pemilahan sampah di sumber, mulai dari level rumah tangga. Dengan tujuan, agar TPS hanya perlu menampung sampah residu saja, sedangkan sampah organikk dan anorganik sudah dapat terselesaikan di hulu. 

“Sampah organik dan anorganik, itu didorong untuk diselesaikan secara mandiri. Yang boleh dibuang ke TPS, itu sampah residu,” pesannya.

Ema menyebut, ada beberapa solusi yang bisa diterapkan oleh masyarakat dalam upaya penanganan sampah mandiri. Untuk penanganan sampah organik, Ema menyarankan masyarakat untuk dapat memanfaatkan media magot, atau kompos. Di level rumah tangga, masyarakat juga bisa mencoba metode Lodong Sesa Dapur (Loseda), sambungnya. 

“Beberapa metodenya sudah ada. Silakan dipilih yang paling cepat, dan paling cocok di wilayahnya,” kata Ema.

Sedangkan untuk sampah anorganik, masyarakat bisa menyetorkannya ke bank sampah, atau ke pemulung/pengepul.

Ema menyebut, sampah anorganik ini memiliki nilai ekonomis dan dapat membantu perekonomian para pengepul dan pemulung. 

“Kalau sampah residu, misalnya belum bisa menangani, itu menjadi tanggung jawab kami. Dengan begitu juga, jumlah sampah yang kita produksi bisa ditekan cukup banyak,” imbuh Ema.

Ke depannya, Ema menyebut penanganan sampah di Kota Bandung harus berbasis cluster. Ia berharap, akan muncul cluster penanganan sampah seperti di cluster pusat perbelanjaan, hotel, kantor pemerintahan, kantor non pemerintahan, kewilayahan, sekolah, kampus, dan masih banyak lagi.

“Belum lagi cluster tempat ibadah, dan cluster lainnya. Penanganan sampah ini harus menjadi gerakan masif, semua harus terlibat,” pungkasnya.

Sebelumnya, Ema melaporkan saat ini setidaknya ada 1.600 ton sampah yang masih tertahan di Kota Bandung. Imbas dari belum maksimalnya ritase pembuangan sampah ke TPA Sarimukti. Dia mengungkapkan, mayoritas timbulan sampah merupakan sampah pasar. 

“Nah nanti kita akan lihat kalau kita berangkat dari data awal,  itu selalu 1.600 ton. Nah itu mayoritas, itu adalah sampah pasar,” ungkap Ema, Kamis (19/10/2023). 

Dia mengatakan, dari 37 pasar tradisional di Kota Bandung tidak ada satupun yang sudah memiliki tempat pengolahan sampah yang mumpuni untuk menyelesaikan sampah pasar. Ema juga mendorong Perumda Pasar untuk menghadirkan TPST di pasar-pasar yang dapat dijadikan percontohan. 

“Nah sampah pasar ini yang 37 (pasar tradisional), belum ada yang bisa dijadikan benchmark.  Saya sedang mendorong Plt Perumda Pasar agar dari 37 itu harus ada yang memberikan contoh yang (sampah) selesai ditangani di sana,” tegas Ema. 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement