Jumat 20 Oct 2023 04:14 WIB

Bantargebang Berpotensi Besar Jual Kredit Karbon

Bantargebang merupakan tempat pengelolaan sampah.

Foto udara kebakaran pabrik pengolahan plastik di Bantargebang, Bekasi, Jawa Barat, Sabtu (8/4/2023). Menurut keterangan warga kebakaran terjadi pada pukul 02.00 WIB dini hari dan pemadam kebakaran menurunkan 14 mobil .
Foto: ANTARA FOTO/Fakhri Hermansyah
Foto udara kebakaran pabrik pengolahan plastik di Bantargebang, Bekasi, Jawa Barat, Sabtu (8/4/2023). Menurut keterangan warga kebakaran terjadi pada pukul 02.00 WIB dini hari dan pemadam kebakaran menurunkan 14 mobil .

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Staf Khusus Presiden Diaz Hendropriyono meninjau teknologi pengolahan sampah menjadi bahan bakar alternatif atau refused derived fuel (RDF) yang ada di Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang, Kota Bekasi, Jawa Barat. Dia berharap agar hitungan emisi yang dihasilkan dapat didaftarkan sebagai kredit karbon.

"Jika nantinya pengolahan RDF oleh TPST Bantargebang sudah ada hitungan emisinya, bisa dibandingkan dengan emisi jika sampah hanya tertimbun di TPA. Hitungan ini bisa didaftarkan sebagai kredit karbon.” ujar Diaz dalam keterangannya, Kamis (19/10/2023).

Baca Juga

Di lokasi, dia berdiskusi langsung dengan Kepala Satuan Pelaksana Pemrosesan Akhir Sampah Bantargebang Setyo Margono. TPST yang sudah beroperasi selama 34 tahun dengan tumpukan sampah setinggi 50 meter itu ditargetkan untuk dapat mengelola 2.000 ton sampah setiap harinya menjadi RDF.

Diaz menilai, Bantargebang yang telah menjadi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) memiliki kesempatan untuk menerima pendapatan daerah. Bantargebang bisa memperoleh pendapatan dari RDF yang dijual ke pabrik semen. “Lalu saat emisi sudah bisa dihitung, bisa dikreditkan. Jadi prestasi dari pengelolaan sampah,” kata Diaz.

Sementara itu, Kepala Satuan Pelaksana Pemrosesan Akhir Sampah Bantargebang Setyo Margono menyatakan, pihaknya akan mendiskusikan saran tersebut. Di mana saran itu menginginkan agar TPST Bantar Gebang mulai menghitung pengurangan emisi yang dilakukan.

Perdagangan karbon di Indonesia akhirnya diresmikan melalui bursa karbon yang diluncurkan, Selasa (26/9/2023). Keberadaan perdagangan karbon sebagai komitmen Indonesia untuk mengurangi emisi gas rumah kaca secara nasional.

Perdagangan karbon melalui bursa merupakan jual beli sertifikat atau izin untuk menghasilkan karbon dioksida dalam jumlah tertentu. Dalam prakteknya, sertifikat ini juga disebut kredit karbon.

Satu kredit karbon setara dengan pengurangan satu ton karbon dioksida dari pembakaran, yakni bahan bakar fosil, batu bara, gas, minyak bumi, hingga sampah.

Dalam tertulis Kementerian Lingkungan Hidup (KLHK), Rabu (27/9/2023), Plt Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari KLHK Agus Justianto mengatakan, karbon memiliki nilai ekonomi dan dimensi internasional dalam pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan.

Untuk mencapai target nasional, sektor kehutanan berkomitmen untuk mencapai penurunan emisi GRK sebesar 140 juta ton CO2e pada tahun 2030. "Pendekatan yang dapat digunakan untuk mendukung pengendalian perubahan iklim dengan melalui Nilai Ekonomi Karbon (NEK), termasuk perdagangan karbon," kata Agus.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement