REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) telah mengecek temuan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait cek senilai Rp 2 triliun yang ditemukan di rumah dinas eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYl). Hasilnya, dokumen itu terindikasi palsu dan nama yang tercantum diduga adalah penipu.
“Nama tersebut terindikasi sering melakukan penipuan. Dokumen yang ada juga terindikasi palsu,” kata Kepala PPTK, Ivan Yustiavandana saat dikonfirmasi, Selasa (17/10/2023).
Ivan mengungkapkan, pihaknya sering menemukan adanya penipuan serupa yang kerap terjadi di tengah masyakarat. Ia menjelaskan, pelaku biasanya akan meminta bantuan targetnya untuk mengurus cek dengan nominal yang sangat besar.
“Modusnya adalah minta bantuan uang administrasi buat bank, menyuap petugas, dan bahkan menyuap orang PPATK agar bisa cair,” ungkap Ivan.
Selanjutnya, pelaku bakal menjanjikan keuntungan sekian persen dari nominal yang ingin dicairkan kepada targetnya. Tujuannya agar menarik minat target yang dituju. “Begitu seseorang tertipu, bersedia memberikan bantuan, mereka kabur,” jelas Ivan.
Adapun KPK menemukan cek senilai Rp 2 triliun saat menggeledah rumah dinas SYL. Namun, temuan ini baru diketahui dan ramai usai ditulis salah satu media beberapa hari belakangan.
Padahal, saat mengungkapkan hasil penggeledahan itu pada 29 September 2023, KPK hanya menyebutkan adanya temuan duit tunai senilai Rp 30 miliar berupa pecahan mata uang asing dan rupiah, serta sejumlah dokumen yang diduga berkaitan dengan kasus korupsi di Kementan.
"Memang benar, tim penyidik KPK menemukan cek senilai Rp 2 triliun yang dimaksud, pada saat penggeledahan rumah dinas Menteri Pertanian," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri dalam keterangan tertulisnya.
Meski demikian, KPK mengaku akan segera mengecek validitas temuan itu. "Kami segera melakukan klarifikasi, untuk memastikan validitas dari barang bukti yang dimaksud," ujar Ali.
Sebelumnya, KPK menetapkan tiga tersangka dalam kasus korupsi di Kementan. Mereka adalah SYL, Sekjen Kementan Kasdi Subagyono serta Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan, Muhammad Hatta.
KPK lebih dulu menahan Kasdi pada Rabu (11/10/2023). Sedangkan SYL dan Hatta baru ditahan pada Jumat (13/10/2023) usai menjalani pemeriksaan sebagai tersangka.
Dalam kasus ini, SYL diduga membuat kebijakan personal untuk meminta setoran dari para ASN eselon I dan eselon II di lingkungan Kementerian Pertanian (Kementan). Eks Gubernur Sulawesi Selatan ini menentukan nominal uang yang harus disetorkan sebesar 4.000-10.000 dolar Amerika Serikat.
Uang itu kemudian diserahkan setiap bulan ke SYL melalui dua anak buahnya, yakni Kasdi dan Hatta. Penyerahan tersebut dilakukan dalam bentuk tunai, transfer rekening bank hingga barang maupun jasa.
Seluruh uang yang disetorkan selanjutnya digunakan oleh SYL untuk memenuhi kebutuhan pribadi, termasuk keluarga intinya. Penggunaan ini pun diketahui oleh Kasdi dan Hatta, diantaranya untuk membayar cicilan kartu kredit dan cicilan pembelian mobil Alphard milik SYL, perbaikan rumah pribadi, tiket pesawat bagi keluarga, hingga pengobatan dan perawatan wajah bagi keluarga yang nilainya miliaran rupiah.