REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Politikus PDI Perjuangan Aria Bima mengatakan bahwa partai berlambang banteng dengan moncong putih tersebut sudah terbiasa menghadapi polemik dan tahan uji.
"Saya tidak mau berandai-andai, dan hingga saat ini saya tidak percaya adanya perubahan UU Pemilu sebagai usaha Presiden Jokowi mengegolkan Gibran sebagai pendamping Prabowo," kata anggota Fraksi PDI Perjuangan DPR RI Aria Bima di Jakarta, Senin.
Aria Bima tidak percaya terkait dengan tuduhan Presiden Jokowi menggunakan Mahkamah Konstitusi (MK) mengubah aturan yang membuat anaknya bisa maju dalam Pilpres 2024.
"Itu sesuatu yang tidak mungkin dilakukan Presiden Jokowi," kata dia.
Ia tidak mau berandai karena adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) membuat Gibran menjadi pendamping Prabowo Subianto mendaftar ke KPU sebagai bakal calon presiden dan wakil presiden.
"Saya tidak mau berandai Gibran jadi cawapres karena PDI Perjuangan telah memutuskan Ganjar Pranowo sebagai bakal calon presiden," kata dia.
Kalau itu memang terjadi, lanjut dia, PDI Perjuangan sudah terbiasa menghadapi persoalan dan akan membuat partai lebih solid.
"Dukung-mendukung akan membuat kehebohan di internal dan semua akan selesai dengan mekanisme yang ada di dalam partai," kata dia.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi mengabulkan sebagian permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum mengenai batas usia calon presiden dan calon wakil presiden berusia 40 tahun atau pernah berpengalaman sebagai kepala daerah.
"Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," ucap Ketua MK Anwar Usman dalam sidang pembacaan putusan/ketetapan di Gedung MK RI, Jakarta, Senin.
Mahkamah mengabulkan sebagian Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 diajukan oleh perseorangan warga negara Indonesia (WNI) bernama Almas Tsaqibbirru Re A yang berasal dari Surakarta, Jawa Tengah.
Ia memohon syarat pencalonan capres dan cawapres menjadi berusia paling rendah 40 tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.