REPUBLIKA.CO.ID, MEDAN -- Angkutan laut sebagai moda yang paling efisien untuk angkutan barang memiliki peran penting di dalam perdagangan internasional. Seiring dengan meningkatnya kegiatan perdagangan internasional di Indonesia, industri pelayaran nasional diharapkan dapat ikut tumbuh bukan hanya memenuhi permintaan angkutan laut di dalam negeri.
Demikian disampaikan Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Perhubungan Laut Capt. Antoni Arif Priadi saat membuka Rapat Koordinasi (Rakor) Angkutan Laut Luar Negeri dengan Tema “Sustaining National Fleet in Global Maritime Trade” pada Kamis (21/9) di Hotel Four Points by Sheraton, Medan, Sumatra Utara.
Antoni mengatakan, jumlah kapal Indonesia yang melakukan kegiatan ekspor selama periode 2017-2022, mengalami pertumbuhan positif, selaras dengan laju pertumbuhan volume ekspor yang terus meningkat. Meski, kapal asing masih mendominasi pasar muatan ekspor dari Indonesia dengan negara teratas tujuan kapal adalah Singapura.
Berdasarkan data Sistem Manajemen Lalu Lintas Angkutan Laut (SIMLALA), 60 ribu kapal mengangkut hingga 1 miliar ton barang keluar dan masuk perairan Indonesia setiap tahunnya.
Dikatakan Antoni, dari seluruh kapal yang melakukan kegiatan ekspor impor di wilayah perairan Indonesia selama kurun waktu 2017-2022, sebanyak 37 persen merupakan kapal Indonesia, dan 63 persen kapal asing. Pada tahun 2022 yang lalu, jumlah kapal yang melakukan kegiatan di perairan Indonesia mencapai 10.534, dan sebanyak 9.458 di antaranya merupakan kapal asing.
Menurut Antoni, kegiatan ekspor dan impor yang lebih banyak dilakukan oleh kapal asing mempengaruhi nilai perdagangan jasa transportasi laut. Sehingga, investasi pada sektor jasa angkutan laut di Indonesia perlu ditingkatkan untuk mendukung daya saing industri pelayaran nasional.
“Peningkatan daya saing dilakukan dengan cara pembangunan infrastruktur, layanan dan fasilitas di pelabuhan dan armada kapal nasional agar perannya terhadap peningkatan neraca perdagangan menjadi lebih besar,” ujar dia dalam keterangannya yang diterima Republika.co.id.
Antoni mengapresiasi keberhasilan Indonesia yang kembali masuk ke dalam White List Tokyo MoU. Keberhasilan ini merupakan suatu pembuktian dan pengakuan dari dunia internasional terhadap keselamatan pelayaran di Indonesia, dan hal tersebut sekaligus menjadikan kapal-kapal bendera Indonesia dapat bersaing dengan armada negara lain di perairan internasional.
“Oleh karena itu, keberadaan Indonesia dalam White List sangat penting untuk terus dipertahankan sehingga diperlukan komitmen bersama dari Pemerintah dan para operator kapal untuk mencegah kapal berbendera Indonesia masuk kategori detention oleh Port State Control (PSC) negara lain,” tutur dia.
Pada kesempatan yang sama Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Laut Capt Hendri Ginting mengatakan, pada Rakor Angkutan Laut Luar Negeri ini membahas 3 (tiga) topik yang menjadi isu pelayaran internasional yang sangat penting yang dihadapi oleh pelaku pelayaran Indonesia.
“Dalam Rapat Koordinasi ini, kita mendiskusikan langkah-langkah kongkrit yang dapat diambil khususnya terhadap 3 (tiga) isu penting, yakni terkait penggunaan kapal asing di Indonesia, investasi di bidang angkutan laut dan pencegahan detensi terhadap kapal Indonesia oleh Port State Control (PSC) asing,” katanya.
Pihaknya berharap, rakor ini bisa menjadi wadah untuk berbagi informasi dan pengalaman tentang perkembangan serta isu terkini terkait angkutan laut luar negeri serta dapat merumuskan solusinya dengan melibatkan pemerintah, perusahaan pelayaran, serta pemangku kepentingan lainnya.
Diskusi panel
Pembahasan Rakor Angkutan Luar Negeri dibagi ke dalam 3 (tiga) sesi. Diskusi panel pertama terkait penggunaan kapal asing di Indonesia dipandu oleh Kasubdit Angkutan Laut Luar Negeri Rifanie Komara dengan narasumber dari Kepala Departemen Perkapalan dan Kemaritiman SKK Migas Rocky S.J. Makapuan, Wakil Ketua Umum III DPP INSA Nova Y. Mugijanto, Sekretaris Umum DPP ISAA Eduard Sijabat, dan Adji Soelarso dari Asosiasi Jaringan Kapal Rekreasi (JANGKAR).
Pada sesi tersebut, dari SKK Migas menyampaikan bahwa sebagian kegiatan Hulu Migas masih membutuhkan kapal-kapal asing untuk kegiatan pengeboran, pembangunan platform/pipa bawah laut, dan pengapalan LNG yang membutuhkan izin PPKA oleh Kemenhub mengingat masih minimnya kapal-kapal pendukung kegiatan tersebut yang berbendera Indonesia.
Kemudian dari DPP INSA menyampaikan bahwa faktor utama bagi pelayaran nasional sehingga bisa menjadi tuan rumah di negeri sendiri adalah adanya konsistensi kebijakan asas cabotage dalam menjaga kondusifitas industri pelayaran nasional. Meski saat ini Indonesia telah menjadi tuan rumah di negeri sendiri, tapi pelayaran nasional masih kurang berdaya saing. Untuk itu pelayaran nasional harus berani berbenah dengan perlakuan setara untuk peningkatan daya saing, dengan dukungan insentif di bidang moneter, fiskal dan operasional.
Dari DPP ISAA atau Asosiasi Keagenan Kapal menyampaikan tentang tantangan dalam peluang kerjasama pariwisata kapal pesiar, antara lain dalam regulasi dan implementasi, birokrasi antar instansi, dan kapabilitas SDM sehingga diperlukan peningkatan standarisasi dan digitalisasi. Sedangkan dari Jangkar menjelaskan tentang peluang kerjasama kapal pesiar di Indonesia serta perbedaan berbagai jenis kapal pesiar/rekreasi yakni kapal Yacht/Super Yacht, Cruise Ship dan Live on Board (L.O.B) serta tantangan dari masing-masing kapal pesiar untuk beroperasi di Indonesia.
Diskusi panel kedua yang dipandu oleh Pengawas Keselamatan Ahli Muda Ardi Kurniawan membahas tentang investasi di bidang angkutan laut dengan narasumber Direktur Perundingan Perdagangan Jasa Kementerian Perdagangan Basaria Tiara Desika L.Gaol, Widyaiswara Ahli Madya Pusdiklat BKPM Ade Priaman, dan Analis Kebijakan Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Rustam Effendi.
BKPM memaparkan tentang Layanan Online Single Submission Risk Based Approach (OSS-RBA) atau Perizinan Berusaha Berbasis Risiko - Profil Investasi Asing di Bidang Pelayaran dan Usaha Jasa Terkait. Kemudian dari BKF menyampaikan tentang dukungan insentif fiskal bagi industri maritim, insentif PPN, dan insentif kepabeanan dalam rangka penanaman modal.
Dari Kemendag menyampaikan terkait perkembangan perundingan perdagangan internasional di bidang jasa transportasi laut. Adapun untuk sektor transportasi laut, Indonesia terlibat dalam perjanjian/perundingan perdagangan internasional antara lain pada forum World Trade Organization (WTO), Indonesian-Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA), dan Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA).
Selanjutnya sesi ketiga membahas mengenai pencegahan pengenaan detensi kapal Indonesia oleh Port State Control (PSC) asing yang dipandu oleh Kasubdit Pengembangan Sistem Informasi dan Sarana Prasarana Angkutan Laut Kurniawan dengan narasumber Pengawas Keselamatan Ahli Muda Direktorat Perkapalan dan Kepelautan (Ditkappel) Yusuf Sukma Bhaskara, Kepala Divisi Statutoria Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) Totok Achmad Sugiharso serta Atase Perhubungan KBRI Singapura Capt. Diaz Saputra.
Dari Ditkappel memaparkan tentang pencegahan pengenaan detensi kapal Indonesia oleh PSC Asing. Adapun pada tahun 2023, terdapat 11 detensi kapal berbendera Indonesia di luar negeri dari total 185 pemeriksaan kapal. Terkait penahanan kapal-kapal berbendera Indonesia, telah dilakukan langkah tindak dan rapat koordinasi dengan Atase Perhubungan KBRI Singapura bersama pihak terkait serta koordinasi dengan MPA di Singapura membahas masalah detensi kapal-kapal kedua negara. Selain itu juga telah diterbitkan Surat Edaran Dirjen Hubla tentang Peningkatan Standar Kelaiklautan kapal-kapal berbendera Indonesia yang berlayar ke luar negeri.
Kemudian terkait dengan penahanan kapal berbendera Indonesia, Atase Perhubungan KBRI Singapura menyampaikan bahwa MPA Singapura tidak menargetkan secara khusus untuk menahan kapal Indonesia namun pemeriksaan setiap bulan semakin ditingkatkan khususnya untuk kapal-kapal dengan risiko tinggi. Untuk itu diperlukan keseriusan Indonesia untuk memastikan kelaiklautan kapal serta melakukan koordinasi dan kerjasama di bidang PSC dengan MPA Singapura. Dan terakhir dari BKI memaparkan tentang Peran Badan Klasifikasi dalam Mencegah Terjadinya Detensi Kapal Indonesia.