Senin 04 Sep 2023 04:54 WIB

Menag Imbau Masyarakat: Kalau Ada Capres Pernah Pecah Belah Umat, Jangan Dipilih

"Harus dicek betul. Pernah nggak calon presiden kita ini, memecah-belah umat."

Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas. Yaqut mengingat masyarakat agar tidak memilih capres yang punya rekam jejak pecah belah umat. (ilustrasi)
Foto:

Sebelumnya, peneliti Perludem, Ihsan Maulana menilai, politik identitas menjadi komoditas politik akibat dari adanya polarisasi di masyarakat. Menurut Ihsan, itu banyak dipakai sebagai strategi politik karena murah.

"Politik identitas bisa dibilang strategi yang cukup murah," kata Ihsan.

Ihsan melihat, dibandingkan memakai politik uang yang sebelumnya jadi strategi, politik identitas banyak dipilih karena berbiaya murah. Cukup dimainkan politik identitas tanpa perlu mengeluarkan uang yang besar.

"Dimainkan emosi pemilih, disampaikan narasi tidak baik, sangat murah," ujar Ihsan.

Maka itu, ia melihat, polarisasi yang menyebabkan politik identitas menjadi sesuatu yang menyeramkan. Sebab, hari ini politik identitas yang bernada negatif sudah menjadi komoditas yang penting bagi pemainnya.

"Cukup di satu daerah ada isu dari minoritas, disebarkan saja isunya," kata Ihsan.

Ia mengingatkan, politik identitas sendiri sebenarnya bukan isu baru, tapi semakin menguat sejak Orde Baru. SARA, isu keterwakilan perempuan, hak masyarakat adat, disabilitas sebenarnya bagian politik identitas.

Tetapi, belakangan itu jadi sesuatu terkesan negatif, harus dihindari, tidak boleh didekatkan dan seolah negatif. Itu disebabkan perkembangan politik identitas yang tadinya netral, tapi dibalut ujaran kebencian.

Politik identitas yang bernada negatif itu memuncak pada Pilpres DKI 2017 dan semakin membesar pada Pilpres 2019. Polarisasi membuat politik identitas disusupi ujaran kebencian, disinformasi, hoaks dan lainnya.

"Kenapa, karena polarisasi menyerang emosi, sesuatu yang memang lahiriah ada di diri kita, dimasukkan ujaran kebencian, misinformasi dan akhirnya emosi kita yang terserang," ujar Ihsan.

 

 

sumber : Antara, Wahyu Suryana
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement