Rabu 30 Aug 2023 12:21 WIB

KPU Klaim DCS tak Terpengaruh Meski MA Kabulkan Gugatan Kuota Caleg Perempuan

JPRR menemukan seluruh partai tak memenuhi kuota 30 persen caleg perempuan.

Rep: Febryan A/ Red: Agus raharjo
Ketua KPU Hasyim Asyari memberikan keterangan di Gedung KPU, Jakarta, Jumat (18/8/2023).
Foto:

Mahkamah Agung pada Selasa (29/8/2023) mengabulkan permohonan uji materiil atas regulasi KPU yang mengatur cara penghitungan kuota minimal 30 persen caleg perempuan Pemilu 2024. Putusan atas perkara Nomor 24 P/HUM/2024 itu diketok palu oleh ketua majelis hakim, Irfan Fachruddin bersama dua anggota majelis hakim, Cerah Bangun, dan Yodi Martono.

"Amar: mengabulkan permohonan pemohon keberatan dari para pemohon keberatan," demikian bunyi putusan tersebut sebagaimana disampaikan Karo Humas MA Subandi.

Termohon dalam perkara ini adalah Ketua KPU RI. Adapun pemohon adalah Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan yang diwakili oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Koalisi Perempuan Indonesia, eks komisioner KPU RI Hadar Nafis Gumay, dosen hukum pemilu Universitas Indonesia Titi Anggraini, dan eks komisioner Bawaslu RI Wahidah Suaib.

Dalam permohonannya, Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan meminta agar Pasal 8 ayat 2 Peraturan KPU (PKPU) Nomor 10 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota DPR dan DPRD dinyatakan bertentangan dengan Pasal 245 UU Pemilu dan UU Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita.

Pasal 245 UU Pemilu mengatur bahwa bakal caleg yang diajukan partai politik untuk setiap daerah pemilihan (dapil) harus memuat keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen.

Adapun Pasal 8 Ayat 2 PKPU 10/2023 mengatur cara menghitung kuota minimal 30 persen caleg perempuan itu, yakni apabila hasil penghitungan menghasilkan angka di belakang koma tak mencapai 5, maka dilakukan pembulatan ke bawah. Problemnya, pendekatan pembulatan ke bawah itu membuat jumlah bakal caleg perempuan tidak mencapai 30 persen per partai di setiap dapil sebagaimana diamanatkan UU Pemilu.

Sebagai contoh, partai politik mengusung 8 caleg di suatu dapil. Apabila dihitung murni, jumlah 30 persen keterwakilan perempuannya adalah 2,4 orang. Karena angka di belakang koma tak mencapai 5, maka berlaku pembulatan ke bawah. Dengan demikian, partai politik cukup mengusung 2 caleg perempuan saja dari total 8 caleg. Padahal, 2 dari 8 caleg setara 25 persen, bukan 30 persen.

Dengan dikabulkannya gugatan ini, berarti petitum penggugat menjadi norma yang berlaku, yakni cara penghitungan kuota 30 caleg perempuan harus menggunakan pendekatan pembulatan ke atas.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement