REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua KPU Hasyim Asy'ari mengeklaim putusan Mahkamah Agung (MA) terkait gugatan kuota calon anggota legislatif perempuan tak memengaruhi daftar calon sementara (DCS) anggota DPR Pemilu 2024 yang sudah ditetapkan. MA menyatakan cara penghitungan kuota minimal 30 persen caleg perempuan harus menggunakan pendekatan pembulatan ke atas.
Hasyim awalnya mengatakan, putusan MA itu berarti menyatakan bahwa cara penghitungan dengan pendekatan pembulatan ke bawah yang terlanjur dipakai KPU adalah salah. Karena itu, KPU akan menyesuaikan jumlah bakal caleg perempuan dalam DCS dengan putusan MA tersebut.
Kendati begitu, Hasyim meyakini 9.919 nama bakal caleg DPR dalam DCS tidak perlu diganti alias diutak-atik. Pasalnya, menurut dia, jumlah bakal caleg perempuan di daftar calon partai politik untuk setiap daerah pemilihan (dapil) sudah melampaui persentase 30 persen.
"Sesungguhnya kalau kita cek satu per satu, masing-masing partai politik per dapil, keterwakilan perempuan yang diusulkan itu sudah mencukupi, melampaui 30 persen. Itu sudah KPU umumkan dalam DCS, bisa kita cek masing-masing," kata Hasyim di Jakarta, dikutip Rabu (30/8/2023).
Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) mengaku sudah mengecek dan hasilnya berbeda dengan klaim Hasyim. Manajer Pemantauan Sekretariat Nasional JPPR Aji Pangestu mengatakan, semua (18) partai politik peserta Pemilu 2024 tidak memenuhi ketentuan minimal 30 persen caleg DPR perempuan di beberapa dapil.
Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), misalnya, jumlah bakal caleg perempuannya tidak mencapai 30 persen di 31 dapil. PDIP tak mencapai 30 persen di 24 dapil dan Partai Gerindra 23 dapil.
Secara keseluruhan, kata Aji, 18 partai politik tidak memenuhi kuota 30 persen caleg perempuan di 268 dapil. Artinya, apabila KPU mematuhi putusan MA, maka akan ada sekitar 268 bakal caleg DPR laki-laki yang harus diganti dengan perempuan-perempuan guna memenuhi kuota 30 persen.
Putusan MA...