REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu diminta melakukan antisipasi setelah putusan Mahkamah Konstitusi membolehkan peserta Pemilu berkampanye di fasilitas pemerintah dan pendidikan yakni sekolah dan kampus, sepanjang tidak menggunakan atribut kampanye.
Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Heru Purnomo menyayangkan putusan MK tersebut. Kendati demikian, mengingat putusan MK final dan mengikat maka saat ini antisipasi yang dilakukan dari pihak penyelenggara Pemilu baik KPU dan Bawaslu.
FSGI menilai KPU perlu mendetailkan aturan kampanye di sekolah agar memastikan tidak mengganggu proses pembelajaran. Dengan adanya putusan MK tersebut, maka KPU harus segera merevisi peraturan kampanye terkait tempat kampanye.
"Seperti misalnya diperbolehkan di jenjang pendidikan yang mana, apakah hanya boleh dijenjang SMA/SMK yang peserta didiknya ada yang sudah memiliki hak pilih, waktu penggunaan misalnya di hari sabtu/minggu di saat aktivitas pembelajaran sedang tidak ada sehingga tidak mengganggu," ujar Heru dalam keterangannya, Senin (21/8/2023).
Sedangkan untuk Bawaslu, FSGI mendorong peran pengawas dari tingkat pusat hingga daerah untuk mengawasi pelaksanaan kampanye di lembaga-lembaga pendidikan. Heru menekankan, terutama sekolah negeri yang tak mungkin menolak perintah kepala daerah petahana melalui Kepala Dinas Pendidikan setempat untuk menggunakan Lembaga Pendidikan.
"Ada relasi kuasa di sini. Bahkan, sekolah sekolah negeri di jenjang SMA/SMK yang memiliki pemilih pemula berpotensi menjadi target kampanye di tempatnya bersekolah saat kampanye dilangsungkan di sekolahnya," ujarnya.
Selain itu, FSGI juga mendorong pemerintah menjamin keamanan warga sekolah oleh penegak hukum, ketika kampanye di Lembaga Pendidikan dengan batasan persyaratan jaminan yang ketat oleh pihak berwenang.
Menurutnya, jika penyelenggara negara bersepakat menjadikan SMA dan SMK tempat kampanye maka kebijakan itu perlu memastikan tidak memiliki risiko kerugian.
FSGI meminta ada jaminan keamanan dari penegak hukum, pemerintah, Dinas Pendidikan,dan Kepala Sekolah. Begitu juga saat kegiatan kampanye di sekolah, penegak hukum wajib mengamankan peserta didik per sekolah SMA,SMK sebanyak 200-350 orang.
"Apabila pemerintah dapat menjamin ada manfaat pendidikan politik yang lebih besar kepada pemilih pemula dan risiko kerugian dapat diperkecil dengan adanya jaminan keamanan oleh penegak hukum,maka silahkan adakan kampanye di sekolah dengan batasan persyaratan jaminan yang ketat oleh pihak berwenang," ujarnya.
Kendati demikian, Ketua Dewan Pakar FSGI Retno Listyarti menilai putusan ini membuat tempat pendidikan tidak lagi menjadi ruang netral.
“Padahal selama ini, tempat pendidikan, dan fasilitas pemerintah menjadi ruang netral untuk kepentingan publik, sehingga dilarang menggunakan fasilitas Pendidikan dan fasilitas pemerintah dijadikan tempat kampanye saat pemilihan umum (Pemilu)”, ujar Retno.