REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mengusulkan agar KPU melarang peserta pemilu berkampanye di TK, SD, SMP hingga SMA. Menurut Bawaslu hal ini perlu dilakukan meski putusan terbaru Mahkamah Konstitusi (MK) memperbolehkan kampanye di fasilitas pendidikan dengan sejumlah syarat. Sebab, siswa belum masuk usia memilih.
"Melibatkan warga negara yang belum memiliki hak pilih (dalam kampanye) bisa dijatuhi sanksi pidana. Jadi mudharatnya di situ," kata Bagja kepada wartawan di Jakarta, Kamis (31/8/2023).
Usia memilih adalah 17 tahun. Siswa TK hingga SMP jelas belum masuk usia memilih. Adapun sebagian siswa SMA sudah berusia 17 tahun dan tercatat sebagai pemilih.
Kendati begitu, Bagja mengusulkan agar kampanye tetap dilarang di SMA karena mayoritas siswa belum berusia 17 tahun. "Kelas 1 SMA kan banyak yang belum berusia 17 tahun. Kelas 2 juga kadang belum 17 tahun. Oleh sebab itu, kan agak berbahaya," ujarnya.
Bagja mendorong KPU untuk hanya memperbolehkan peserta pemilu berkampanye di kampus. Terkait ketentuan teknisnya, Bagja menyerahkan sepenuhnya kepada KPU.
Saat ini, KPU sedang merevisi Peraturan KPU Nomor 15 Tahun 2023 tentang Kampanye Pemilu untuk menindaklanjuti putusan MK. KPU sedang menampung masukan dari berbagai pihak, termasuk Kemendikbudristek dan Kementerian Agama.
MK pada Selasa (15/8/2023) membacakan putusan atas perkara nomor 65/PUU-XXI/2023. Lewat putusan tersebut, MK mengubah bunyi Pasal 280 ayat 1 huruf h UU Pemilu menjadi: "(Peserta pemilu dilarang) menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan, kecuali untuk fasilitas pemerintah dan tempat pendidikan sepanjang mendapat izin dari penanggung jawab tempat dimaksud dan hadir tanpa atribut kampanye pemilu".