REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Bidang Penguatan dan Pengembangan Kewilayahan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno menilai, kota-kota penyanggah seperti Bogor, Tangerang, Bekasi, dan Depok harus turut dibenahi angkutan umumnya. Hal ini menyusul isu polusi udara yang salah satunya disebabkan oleh banyaknya volume kendaraan.
"Bus Trans Pakuan baru beroperasi di Kota Bogor, sementara ribuan kawasan perumahan yang tersebar di Bodetabek masih minim sentuhan layanan transportasi umum," kata Djoko dalam rilis persnya pada Selasa (15/8/2023).
Menurut dia, kebijakan satu paket membangun kawasan perumahan dan layanan fasilitas angkutan umum sudah tidak lagi dilakukan. Imbasnya, membeli rumah juga harus memikirkan membeli kendaraan pribadi agara mobilitas warga menjadi lancar.
Berkelindan dengan polusi, Djoko menilai Indonesia memiliki anggaran yang cukup untuk membereskan buruknya kualitas udara di perkotaan. Ini dilihatnya dari skema insentif kendaraan listrik untuk 2023 dan 2024 sebesar Rp 12,3 triliun. Insentif itu diberikan Rp 5,6 triliun untuk 800.000 unit motor listrik, Rp 6,5 triliun untuk 143.449 unit mobil listrik dan Rp 192 miliar untuk pembelian 552 unit bus listrik.
Insentif sepeda motor listrik tahun 2023 sebesar Rp 1,4 triliun untuk 200.000 unit dan tahun 2024 sebesar Rp 4,2 triliun untuk 600.000 unit. Insentif mobil listrik tahun 2023 Rp 1,6 triliun (35.862 unit) dan tahun 2024 Rp 4,9 trilun (107.587 unit). Insentif pembelian bus listrik tahun 2023 Rp 48 miliar dibelikan 138 unit dan tahun 2024 sebanyak Rp 144 miliar dibelikan 414 unit.
"Di mancanegara yang memiliki kebijakan insentif atau subsidi kendaraan listrik bagi kendaraan pribadi, setelah kondisi layanan transportasi umumnya juga sudah bagus," kata dia.
Tapi, di Indonesia justru sebaliknya. Indonesia yang sekarang sedang mengalami krisis angkutan umum dan krisis kecelakaan lalu lintas memberikan anggaran untuk kendaraan listrik.
"Tentunya, kebijakan kendaraan listrik turut dapat menurunkan atau mengurangi kedua krisis tersebut. Bukannya, justru dengan kebijakan insentif itu akan menambah masalah baru lagi, yakni kemacetan lalu lintas," ucap dia.
Djoko mengajak semua pihak untuk belajar dengan KRL Jabodetabek. Dia menceritakan bahwa sebelum tahun 2013 layanan kereta api sangat buruk karena hanya mampu angkut rata-rata 350 penumpang per hari.
Kendati begitu beriring berjalan waktu dan setelah dilakukan pembenahan di banyak hal, dalam kurun 5 tahun penumpang bertambah hingga 1,1 juta penumpang di tahun 2018. Pembenahan yang berarti sangat nampak sekali, seperti ketepatan jadwal keberangkatan, semua kereta singgah di stasiun, tarif lebih murah, pelayanan semakin bagus, stasiun bersih dan bebas pedagang kaki lima, berjualan di dalam kereta dilarang, sterilisasi stasiun, sistem pembayaran dipermudah.
"Selain itu pembenahan pada tidak ada antrian pembelian tiket, jarak keberangkatan antar kereta semakin pendek, informasi jadwal singgah kereta mudah didapat (integrasi jadwal), integrasi fisik terjadi di setiap stasiun, ada jaminan keamanan selama perjalanan, penumpang di atap kereta sudah hilang, kondisi kebersihan kereta terjamin bersih, jika ada keluhan penumpang segera ditanggapi, pelayanan terhadap disabilitas terus ditingkatkan," jelasnya.
Oleh karena itu, menurut dia ebijakan membenahi angkutan umum tidak hanya diberlakukan di Jakarta, melainkan juga berlaku di daerah penyangga, yakni Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Bodetabek). Bantuan rutin dari APBD DKI Jakarta setiap tahun ke pemda di Bodetabek untuk beberapa tahun dapat difokuskan untuk membenahi layanan angkutan umum di daerah masing-masing.