REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Putri dari Presiden ke-4 Abdurrahman Wahid, yakni Zannuba Ariffah Chafsoh atau akrab disapa Yenny Wahid mengaku bahwa ada sejumlah pihak yang berkomunikasi dengannya terkait pemilihan presiden (Pilpres) 2024. Jika memang ditunjuk sebagai bakal calon wakil presiden (cawapres), ia mengaku siap.
"Sebagai orang yang berkecimpung di dunia politik sudah cukup lama, pasti harus siap untuk menduduki jabatan publik. Karena itu kan memang salah satu tujuan kita adalah untuk menduduki jabatan publik yang strategis," ujar Yenny di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (8/8/2023).
Menurutnya, jabatan publik seperti wakil presiden merupakan salah satu alat mengubah nasib rakyat. Ia yang mengaku sebagai politikus, tak menampik bahwa Pilpres 2024 merupakan momentum untuk meraih posisi tersebut.
"Ketika ada kesempatan yang tercipta, ya harus bersedia kalau memang cita-citanya adalah bekerja dalam bidang kebijakan publik. Saya juga masuk dalam kategori itu, tentunya harus siap, harus bersedia, harus menyiapkan diri," ujar Yenny.
Ia menanggapi namanya yang kerap diisukan menjadi cawapres dari tiga bakal calon presiden (capres) yang beredar saat ini. Menurutnya, kabar tersebut menandakan bahwa dirinya memiliki kompetensi untuk posisi tersebut.
"Terima kasih atas kepercayaan yang telah diberikan, bahwa saya dianggap punya kompetensi untuk bisa bersanding dengan para calon-calon presiden," ujar Yenny.
Ketua Pemenangan Pemilu Partai Nasdem, Effendy Choirie atau Gus Choi sebelumnya pernah mengimbau Anies Rasyid Baswedan untuk memilih cawapres dari kalangan Nahdlatul Ulama (NU). Hal tersebut bertujuan untuk menutupi kelemahan Anies di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Kini, ia pun menyebut nama Gubernur Jawa Tengah Khofifah Indar Parawansa dan Zannuba Ariffah Chafsoh atau Yenny Wahid potensial menjadi pendamping Anies pada pemilihan presiden (Pilpres) 2024. Apalagi kedua nama tersebut dikenal sebagai sosok yang pluralis.
"Anies-Khofifah atau Anies-Yenny, keduanya perempuan yang potensial dan berbasis Islam kultural, dan pluralis. Itu ideal untuk Indonesia," ujar Gus Choi lewat pesan singkat, Senin (7/8/2023).
Ia sendiri mengamini bahwa Nahdlatul Ulama (NU) sebagai institusi tidak boleh berpolitik praktis. Di mana tugas dan fungsi utamanya adalah di bidang dakwah, pendidikan, sosial, dan ekonomi.
"Kepada warga NU yang berpolitik diberi bekal sembilan pokok pedoman berpolitik bagi warga NU. Antara lain boleh menjadi aspiran partai politik apapun dan di manapun, berpolitik dilakukan dengan akhlak dan berorientasi untuk kemaslahatan bangsa dan negara," ujar Gus Choi.
"Semua masih terbuka, karena pendaftaran pasangan capres-cawapres masih lama," sambungnya.