REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Debat terjadi dalam sidang kasus pencemaran nama baik Luhut Binsar Pandjaitan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur pada Senin (7/8/2023). Sebab, kuasa hukum Haris-Fatia mencecar Deputi Bidang Koordinasi Pertahanan Negara Kemenko Polhukam Mayjen TNI Herry Wiranto soal TNI pernah berbisnis.
Herry menghadiri sidang tersebut dalam kapasitas sebagai ahli pertahanan. Kasus ini menjerat Direktur Lokataru Haris Azhar dan Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanty.
"TNI pernah berbisnis?" tanya anggota kuasa hukum Haris-Fatia, Asfinawati dalam sidang itu.
"Kok TNI lakukan bisnis? Bisnis apa? sahut hakim ketua Cokorda Gede Arthana.
"Bisnis militer?" timpal Asfinawati.
"Saya nggak tahu," jawab Herry.
"Saudara nggak tahu, saudara nggak ikuti reformasi TNI?" sindir Asfinawati.
Herry merasa keberatan menjelaskan hal itu karena bukan kapasitasnya dalam sidang kali ini. Keberatan Herry disambut oleh majelis hakim yang mempertanyakan materi pertanyaan kuasa hukum Haris-Fatia.
Asfinawati menerangkan pasal 76 UU TNI menyebutkan tentang pengambilalihan aktivitas bisnis TNI. "Apa bisnis ganggu pertahanan negara?" tanya Asfinawati.
"Saya nggak tahu dengan pertanyaan yang dimaksud. Tapi, jati diri TNI adalah tentara rakyat, profesional. Penjelasannya profesional itu tidak berbisnis," jawab Herry.
Sidang lantas riuh seusai Herry gelagapan saat ditanyai Asfinawati perihal status pekerjaannya sekarang.
"Ahli bekerja di mana?" tanya Asfinawati.
"Saya nggak tahu," jawab Herry.
"Wah saudara nggak tahu kerja di mana?" cecar Asfinawati.
"Tadi sudah ditanyai majelis hakim saya bertugas di Kemenko Polhukam," jawab Herry.
Asfinawati kembali meminta penegasan Herry mengenai reformasi TNI yang salah satu poinnya mencegah TNI berbisnis. Adapun Herry merasa tak pernah membahas bisnis yang dilakukan TNI mengganggu profesionalitas TNI. Herry bersikukuh bahwa tentara tak punya tugas untuk berbisnis.
"Apakah sebagai ahli pertahanan negara, gangguan terhadap TNI seperti berbisnis tidak jadi pembicaraan saudara?" tanya Asfinawati.
"Saya tidak pernah ikuti," jawab Herry.
"Saudara ikut reformasi TNI? kata Asfinawati.
"Iya," jawab Herry.
"Kalau begitu, apa salah satu terkait bisnis militer?" tanya Asfinawati lagi.
"Paradigma baru TNI itu tidak berbisnis jadi dituangkan dalam UU TNI," jawab Herry.
"Mengapa bisnis militer ganggu profesionalitas TNI? Ini bisnis militer secara umum," cecar Asfinawati.
"Memang tugas TNI jelas dalam rangka menjaga kedaulatan negara, melindungi segenap bangsa Indonesia. Itulah tugas yang dilaksanakan, tidak ada yang lain," jawab Herry.
"Termasuk berbisnis?" singgung Asfinawati lagi.
"Iya," jawab Herry.
Sebelumnya, Haris dan Fatia didakwa mengelabui masyarakat dalam mencemarkan nama baik Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan. Hal itu disampaikan tim JPU yang dipimpin oleh Yanuar Adi Nugroho saat membacakan surat dakwaan.
Dalam surat dakwaan JPU menyebutkan anak usaha PT Toba Sejahtera yaitu PT Tobacom Del Mandiri pernah melakukan kerja sama dengan PT Madinah Quarrata’ain, tapi tidak dilanjutkan. PT Madinah Quarrata’ai disebut Haris-Fatia sebagai salah satu perusahaan di Intan Jaya yang diduga terlibat dalam bisnis tambang.
Dalam kasus ini, Haris Azhar didakwa melanggar Pasal 27 ayat 3 juncto Pasal 45 ayat 3 UU ITE dan Pasal 14 ayat 2 UU Nomor 1 Tahun 1946, Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 dan Pasal 310 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP.
Sedangkan Fatia didakwa melanggar Pasal 27 ayat 3 juncto Pasal 45 ayat 3 Undang-Undang ITE, Pasal 14 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946, Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 dan Pasal 310 KUHP tentang penghinaan.
Kasus ini bermula dari percakapan antara Haris dan Fatia dalam video berjudul "Ada Lord Luhut di Balik Relasi Ekonomi-OPS Militer Intan Jaya!! Jenderal BIN Juga Ada!! NgeHAMtam" yang diunggah di kanal Youtube Haris Azhar.