Jumat 04 Aug 2023 22:34 WIB

Menhan Diminta Bersikap dalam Kasus Dugaan Korupsi di Basarnas

Menhan disarankan minta Panglima TNI serahkan kasus Basarnas ke peradilan umum.

Direktur Eksekutif Imparsial, Gufron Mabruri
Foto: istimewa/tangkapan layar
Direktur Eksekutif Imparsial, Gufron Mabruri

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Direktur Imparsial Gufron Mabruri, mengatakan Menteri Pertahanan tidak boleh diam menyikapi kasus tarik menarik perkara korupsi Basarnas. Kasus Basarnas harus masuk peradilan umum, kecuali Menteri Pertahanan menarik kasus itu ke peradilan militer dengan persetujuan Menkumham.

Hal ini disampaikan Mabruri menyikapi tarik menarik kewenangan antara KPK dan TNI dalan penanganan kasus korupsi Basarnas yang melibatkan pimpinan Basarnas yang merupakan TNI aktif.

"Kami menilai, kasus tersebut sebenarnya dapat diselesaikan dengan jernih dan mudah jika Menteri Pertahanan mengkoordinasikan dan meminta pada  Panglima TNI dan Danpuspom TNI agar kasus tersebut diselesaikan melalui peradilan umum dimana KPK-lah yang harus memproses hukum kasus itu,” kata Mabruri, dalam siaran pers, Jumat (4/8/2023).

Upaya menarik kasus kejahatan   dari yuridiksi peradilan umum ke peradilan militer, dengan pelakunya anggota militer dan warga sipil, menurut dia, hanya bisa dilakukan oleh Menteri Pertahanan dan bukan oleh Panglima TNI,  apalagi Danpuspom TNI. "Hal itu ditegaskan dalam KUHAP dan UU No. 31 tahun 1997 tentang Peradilan Militer,” ungkapnya.

Dijelaskan Mabruri, pasal 89 ayat (1) KUHAP menyatakan apabila terjadi suatu tindak pidana yang dilakukan bersama-sama oleh para subjek hukum yang masuk ke dalam lingkungan peradilan umum dan peradilan militer, maka lingkungan peradilan yang mengadilinya adalah lingkungan peradilan umum.

Pasal 198 ayat (1) UU No. 31 Tahun 1997 tahun Peradilan Militer menyebutkan Tindak pidana yang dilakukan bersama-sama oleh mereka yang termasuk yuridiksi peradilan militer dan yuridiksi peradilan umum, diperiksa dan diadili oleh Pengadilan dalam lingkungan peradilan umum kecuali apabila menurut keputusan Menteri Pertahanan dengan persetujuan Menteri Kehakiman perkara itu harus diperiksa dan diadili oleh Pengadilan dalam lingkungan peradilan militer.

Lebih dari itu, lanjut Mabruri, Pasal 43 UU KPK menyebutkan bahwa KPK berwenang mengoordinasikan dan mengendalikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama orang yang tunduk pada peradilan militer.

Berdasarkan tiga pasal itu, kata dia, maka dapat dikatakan kasus Basarnas harus masuk peradilan umum, kecuali Menteri Pertahanan menarik kasus itu ke peradilan militer dengan persetujuan Menkumham.

"Dalam konteks itu, Menteri Pertahanan jangan diam tetapi harus meminta Panglima TNI dan Danpuspom TNI menyerahkan kasus itu ke peradilan umum,” papar Mabruri.

Sikap diam Menhan, lanjut dia, dapat diartikan Menhan lari dari tanggung jawabnya dan membiarkan usaha pemeberantasan korupsi terhambat dan upaya menegakan konstitusi dengan dasar asas persamaan di hadapan hukum tidak berjalan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement