REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) baru saja mengukuhkan dua guru besar anyar mereka, yakni dari bidang ilmu gizi kesehatan masyarakat, Tria Astika, dan bidang ilmu hukum, Ibnu Sina Chandranegara. Pengukuhan dua guru besar itu mempertegas keseriusan UMJ untuk melakukan akselerasi jabatan guru besar yang saat ini sudah berjumlah 17 orang.
“Semua ini dilakukan tentu bagian dari ikhtiar kita, UMJ, untuk bisa memperoleh akreditasi unggul,” ungkap Rektor UMJ, Ma’mud Murod, dalam sambutannya pada kegiatan Orasi Ilmiah dan Pengukuhan Guru Besar di Auditorium Fakultas Kedokteran dan Kesehatan (FKK) UMJ, Tangerang Selatan, Rabu (26/7/2023).
Ma’mun menjelaskan, dua guru besar yang baru dikukuhkan tersebut akan disusul oleh empat calon guru besar lainnya yang saat ini masih menunggu penandatanganan surat keputusan (SK). Selain itu, dari 65 lektor kepala yang UMJ, beberapa di antaranya sudah mengajukan untuk mendapatkan gelar profesor dari status guru besar tersebut.
“Harapannya tentu di 2024 akan melahirkan juga jumlah guru besar yang tentu tak boleh lebih sedikit dari yang sekarang. Harapannya tentu akan lebih banyak,” jelas dia.
Dia mengatakan, selain serius dalam melakukan akselerasi jabatan guru besar, UMJ juga terus memperkuat jumlah pendidik yang bergelar doktor. Saat ini, kata Ma’mun, UMJ sudah memiliki 226 doktor. Di sisi lain, masih ada 107 orang yang sedang menjalani program doktoral. Dia berharap, 20 persen dari jumlah tersebut dapat selesai pada 2024 mendatang.
“Kita saat ini ada berjumlah 107 yang sedang on going program doktor. Tentu harapannya 20 persennya nanti akan selesai di 2024 sehingga nanti kita akan bertambah doktor cukup banyak,” kata dia.
Pengukuhan dua guru besar baru UMJ dilakukan setelah keduanya melakukan orasi ilmiah. Guru besar di bidang ilmu hukum, Ibnu Sina Chandranegara memaparkan orasi ilmiah bertajuk ‘Tiga Abad Doktrin Pemisahan Kekuasaan: di Antara Memisahkan Kekuasaan dan Memisahakan Kekuasaan yang Sesungguhnya’.
Sementara guru besar di bidang ilmu gizi dan kesehatan masyarakat, Tria, memaparkan orasi ilmiah bertajuk ‘Keselarasan Peran Keluarga, Masyarakat, dan Teknologi: Menyibak Potensi Muhammadiyah dan Tantangan Pencgahan Stunting di Era Disrupsi’.
Tria mengatakan, upaya pencegahan stunting memerlukan upaya komprehensif yang melibatkan peran yang selaras antara keluarga dan masyarakat. Dalam upaya tersebut pun diperlukan teknologi adaptif dan inovatif yang bersifat interkoneksi.
“Keselarasan ketiga aspek tersebut dalam menerapkan intervensi pada tingkat yang berbada ini saling terkait dan saling melengkapi,” kata alumnus SMA 8 Bandung itu.
Kemudian, kata dia, kemitraan pemerintah dengan Muhammadiyah yang memiliki potensi sebagai organisasi yang kuat dan mandiri dan punya fokus dalam bidang ekonomi, pendidikan, dan kesehatan, merupakan upaya strategis dalam menjawab tantangan pencegahan stunting di era disrupsi. Dengan begitu, target penurunan stunting hingga 14 persen pada 2024 yang dicanangkan pemerintah dia sebut dapat tercapai.
Hadir juga pada kesempatan itu Badan Pembina Harian UMJ yang juga merupakan Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Abdul Mu’ti. Dalam sambutannya, Mu’ti menyampaikan, capaian tersebut menjadi bagian dari ikhtiar bersama untuk tidak hanya meningkatkan kualitas UMJ, tapi juga meningkatkan kualitas pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Mu’ti mengungkapkan, berdasarkan data dari Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah, hingga Mei 2023 lalu guru besar yang ada di perguruan tinggi Muhammadiyah Aisyiyah (PTMA) ada sebanyak 209 orang. Menurut Mu’ti jika digabungkan dengan guru-guru besar yang tidak berada di PTMA, jumlah guru besar Muhammadiyah bisa mencapai lebih dari 500 orang.
“Saya termasuk guru besar yang tidak di PTMA. Jadi mungkin guru besar Muhammadiyah ini jumlahnya lebih dari 500 kalau kita hitung mereka yang ada di PTMA dan di luar PTMA. Ini menunjukkan betapa konsistensi dan sumbangan besar Muhammadiyah dalam mencerdaskan kehidupan bangsa,” kata dia.