REPUBLIKA.CO.ID, BATAM -- Badan Keamanan Laut (Bakamla) RI mengungkap kronologi penangkapan kapal supertanker berbendera Iran, MT Arman 114, yang melakukan pemindahan barang (transshipment) secara ilegal dan membuang limbah (dumping) di perairan zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia. Kepala Badan Keamanan Laut RI Laksamana Madya (Laksdya) TNI Aan Kurnia saat jumpa pers di kantornya, Jakarta, Selasa (11/7/2023), menyampaikan kapal itu beserta nakhoda dan kru kapal, yang seluruhnya warga negara asing (WNA), per hari ini masih ditahan di Batam, Kepulauan Riau, setelah ditangkap di perairan Malaysia pada Jumat (7/7/2023).
"Tanggal 7 Juli kurang lebih hari Jumat, Pusat Informasi Maritim Bakamla mendeteksi spot yang mencurigakan. Spot itu ada titik, ada blok yang mencurigakan. Itu menjelang sunrise, jadi pagi hari. Ada kejadian mencurigakan di ZEE Indonesia," kata Laksdya Aan saat jumpa pers di Markas Besar Bakamla, Jakarta, Selasa.
Kemudian, Kepala Bakamla memerintahkan patroli udaranya untuk mendeteksi titik mencurigakan tersebut. Hasil visual dari patroli udara mengonfirmasi ada aktivitas mencurigakan.
Aan lanjut memerintahkan kapal patroli Bakamla KN Pulau Marore-322 untuk mendekat. Tidak lama, sekitar pukul 07.30 WIB, KN Pulau Marore melaporkan ada dua kapal supertanker berbendera Iran, MT Arman 114 dan kapal supertanker berbendera Kamerun, MT STinos, yang melakukan aktivitas ilegal di perairan Indonesia, yaitu memindahkan bahan bakar minyak (BBM) dari satu kapal ke kapal lainnya.
"Kapal punya hak lintas damai, kapal negara manapun boleh melintas di ZEE selama dia tidak melakukan kegiatan-kegiatan. Setelah dilihat dan didekati KN Marore terlihat dua kapal supertanker melaksanakan transshipment. Terlihat tali-tali menempel (menghubungkan dua kapal)," kata Aan.
Dia menegaskan aktivitas itu jelas dilarang dilakukan oleh kapal-kapal asing tanpa ada persetujuan dari otoritas di Indonesia.
"KN Marore menggunakan komunikasi untuk memerintahkan kapal berhenti. Ternyata kapal tidak mau berhenti, tetap jalan perlahan. Sambil jalan, dia melakukan dumping, membuang limbah," kata Kepala Bakamla RI sambil menunjukkan foto-foto dumping limbah yang dilakukan kapal supertanker asing tersebut.
Kapal patroli Bakamla terus membuntuti dua kapal supertanker tersebut mengingat ukuran KN Pulau Marore tidak memungkinkan untuk menghentikan kapal-kapal supertanker. Dalam proses pengejaran itu, kru KN Pulau Marore juga melepas tembakan peringatan ke atas, kemudian ke haluan, dan buritan kapal, tetapi peringatan itu juga tidak diindahkan oleh kapal supertanker asing tersebut.
"Waktu itu memang saya tidak izinkan menembak kapalnya, meskipun aturannya kalau sudah tahap-tahap terakhir boleh menembak. Tetapi karena bawa bahan bakar, kalau ditembak dampaknya luar biasa. Sehingga tetap kami bayang-bayangi kami ikuti terus. Tetapi karena kapal ini nakal, kapal ini masuk sampai ZEE Malaysia," kata Laksdya Aan.
Kepala Bakamla pun langsung menghubungi Agensi Penguatkuasaan Maritim Malaysia (APMM) untuk meminta izin melakukan pengejaran seketika (hot pursuit) sekaligus berkoordinasi dengan otoritas Negeri Jiran. Bakamla dan APMM menjalin hubungan yang erat, mengingat keduanya tergabung dalam ASEAN Coast Guard Forum, yang dipimpin oleh Badan Keamanan Laut RI.
APMM pun mengerahkan pasukan khusus dan helikopternya untuk menghentikan laju kapal supertanker berbendera Iran, MT Arman 114. Dalam proses penghentian itu, satu kapal supertanker lainnya, yang berbendera Kamerun berhasil melarikan diri.
"Akhirnya (kapal) berhenti, kemudian baru kami mengirim sekoci cepat untuk merapat. Kami berkoordinasi di atas geladak kapal yang menjadi target ini dengan APMM dan ada take over (penyerahan) dan kapal diberikan ke tim kawal Indonesia, dan dibawa ke Batam. Hari Minggu (9/7) kapal tiba di Batam, langsung kami proses," kata Aan.
Dia menyampaikan insiden itu telah dilaporkan secara resmi ke Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD. Bakamla juga telah berkoordinasi dengan kementerian/lembaga lain di antaranya Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Lingkungan Hidup, Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM, TNI Angkatan Laut, dan Polri.
"Sekarang masih berproses di Batam," kata Aan.