Selasa 11 Jul 2023 11:35 WIB

Sistem Zonasi PPDB Bermasalah, Mendikbudristek Diminta Turun Tangan

Kasus manipulasi zonasi dengan berbagai modus merebak di berbagai wilayah.

Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda meminta Mendikbud Nadiem mengoordinasikan para pemangku kepentingan untuk meningkatkan kinerja Satgas PPDB.
Foto: Republika/Nawir Asyad Akbar
Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda meminta Mendikbud Nadiem mengoordinasikan para pemangku kepentingan untuk meningkatkan kinerja Satgas PPDB.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Terungkapnya manipulasi domisili dalam sistem zonasi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2023 harus disikapi serius. Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Makarim, pun diminta mengoordinasikan para pemangku kepentingan untuk meningkatkan kinerja Satgas PPDB. 

“PPDB selalu menjadi momentum krusial yang memicu beragam kasus kecurangan maupun penyimpangan. Harusnya situasi ini bisa diantisipasi secara khusus oleh Kemendikbudristek sehingga tidak ada kasus yang merugikan peserta didik ataupun wali murid,” ujar Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda dalam keterangannya, Selasa (11/7/2023). 

Baca Juga

Untuk diketahui, kasus manipulasi zonasi dengan berbagai modus merebak di berbagai wilayah. Di Bogor misalnya, ratusan pendaftar PPDB terpaksa dicoret karena diketahui memalsukan domisili agar bisa diterima di sejumlah SMP favorit. Di Bekasi, sejumlah wali murid mengadukan adanya dugaan oknum dua sekolah favorit memalsukan titik koordinat jalur zonasi dalam PPDB SMA/SMK.

Huda mengatakan, kecurangan PPDB dengan beragam modusnya bisa dipastikan akan terus terulang dalam setiap tahun ajaran baru. Situasi ini terjadi karena tidak meratanya kualitas layanan pendidikan maupun keterbatasan kuota kursi bagi peserta didik di sekolah-sekolah milik pemerintah. 

“Banyak wali murid yang ingin anak mereka belajar di sekolah favorit dengan harapan mendapatkan kualitas layanan pendidikan terbaik di wilayah domisili mereka. Pun juga banyak wali murid yang ingin mendapatkan slot untuk dapat belajar di sekolah negeri karena ada keterbatasan biaya,” ujarnya. 

Situasi tersebut, kata Huda, harusnya menjadi titik tolak bagi Kemendikbudristek untuk turun langsung mengaktifkan Satgas PPDB di level daerah. Mendikbudristek Nadiem Makarim dan jajarannya, kata Huda, bisa meminta para kepala daerah untuk memimpin secara langsung kerja dari Satgas PPDB. 

“Kalau tidak salah sejak 2019 Kemendikbudristek yang dinahkodai Pak Muhadjir Effendy dan Kemendagri menginisiasi terbentuknya Satgas PPDB. Harusnya Satgas PPDB inilah yang harus diminta secara dini mengantisipasi berbagai modus kecurangan dalam PPDB, sebab hampir bisa dipastikan akan selalu terjadi,” katanya. 

Huda memahami jika sistem zonasi digunakan sebagai upaya untuk pemerataan kualitas pendidikan bagi peserta didik. Kendati demikian, pelaksanaannya perlu fleksibilitas sesuai dengan kondisi daerah. Politikus PKB itu mengusulkan ada revisi sistem PPDB ini agar disesuaikan dengan kondisi daerah. 

"Misalnya di Jakarta itu tidak mengedepankan sistem zonasi karena membludaknya pendaftar di sekolah negeri. Akhirnya dikedepankan seleksi dengan mengedepankan prestasi. Untuk yang tidak tertampung di sekolah negeri, Pemprov DKI Jakarta mengandeng sekolah swasta untuk menggelar PPDB bersama,” ujar Huda.

Kepala Bidang Litbang Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Feriyansyah mengatakan, masalah dalam PPDB yang juga sering muncul adalah praktik jual-beli kursi, pungli, dan siswa ‘titipan’ dari pejabat atau tokoh di wilayah tersebut. Menurut Feriyansyah, pihaknya mencatat kasus seperti itu terjadi di Bali, Bengkulu, Tangerang, Bandung, dan Depok. Modusnya adalah menitipkan siswa atas nama pejabat tertentu ke sekolah. 

“Panitia PPDB sekolah, yaitu kepala sekolah dan guru tidak punya power menolak sehingga praktik ini diam-diam terus terjadi. Pernah ramai aksi titipan oknum anggota DPRD Kota Bandung dalam PPDB 2022,” kata dia.

Selain itu, lanjut Feriyansyah, ada juga yang sama-sama ‘main mata dan saling kunci’. Di mana, oknum ormas memaksa akan membocorkan ke publik nama-nama siswa dan pejabat yang melakukan titipan. Tapi, sementara itu, pihak oknum ormas ternyata juga punya calon siswa yang ingin dimasukkan ke sekolah yang sama. Usut punya usut, kata dia, oknum ormas menjual jasa dengan tarif tertentu kepada calon orang tua siswa.

Sebab itu, P2G mendesak agar pelaksanaan PPDB berkeadilan, akuntabel, transparan, dan bertanggung jawab. Orang tua dan guru dia minta untuk jangan takut menyampaikan dugaan pungli atau siswa titipan pada Dinas Pendidikan, Satgas Saber Pungli, Ombudsman, atau Kemendikbudristek, bahkan ke media massa.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement