Rabu 11 Jun 2025 20:08 WIB

Dugaan Jual Beli Kursi di SPMB, Bisa Dipidana?

Sanksi pidana tidak hanya menyasar pihak yang menerima uang hasil jual beli kursi.

Rep: Noor Alfian/ Red: Muhammad Hafil
Orang tua dan para calon siswa menunggu untuk melakukan pendaftaran dengan mendatangi langsung Posko Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) SMAN 1 Kota Depok, Jawa Barat, Rabu (11/6/2025). SPMB SMA Negeri di Kota Depok untuk tahun ajaran 2025/2026 saat ini sedang berlangsung. Pendaftaran dilakukan secara online melalui portal SPMB Jabar. Periode pendaftaran tahap 1 dibuka mulai 10 Juni hingga 16 Juni 2025. Pada hari kedua pendaftaran masih ada beberapa kendala terjadi, salah satunya web SPMB yang error.
Foto: Republika/Prayogi
Orang tua dan para calon siswa menunggu untuk melakukan pendaftaran dengan mendatangi langsung Posko Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) SMAN 1 Kota Depok, Jawa Barat, Rabu (11/6/2025). SPMB SMA Negeri di Kota Depok untuk tahun ajaran 2025/2026 saat ini sedang berlangsung. Pendaftaran dilakukan secara online melalui portal SPMB Jabar. Periode pendaftaran tahap 1 dibuka mulai 10 Juni hingga 16 Juni 2025. Pada hari kedua pendaftaran masih ada beberapa kendala terjadi, salah satunya web SPMB yang error.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA –Dugaan praktik jual beli kursi dalam proses Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) kembali mencuat ke publik. Menanggapi hal ini, Bareskrim Polri menegaskan bahwa tindakan tersebut bisa diproses hukum apabila terbukti melanggar ketentuan yang berlaku.

Analis Kebijakan Madya Bidang Pidana Umum (Pidum) Bareskrim Polri, Kombes Pol Hagnyono, menjelaskan penyidik akan menelusuri apakah ada unsur pidana yang terpenuhi dalam praktik jual beli kursi SPMB. Ia menyebutkan, pelanggarannya bisa merujuk pada ketetapan yang ada di Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional atau pemalsuan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 263 KUHP. 

Baca Juga

Hal tersebut disampaikan oleh Hagnyono usai menghadiri Forum Bersama Pengawasan SPMB di The Sultan Hotel and Residence Jakarta, Rabu (11/6/2025). "Kalau memang itu melanggar aturan sesuai dengan undang-undang itu ya kita tidak tegas dong. Karena itu kan nanti akan merembet kalau tidak kita tegaskan itu," katanya. 

Ia menegaskan, pembuktian unsur pidana sangat penting sebelum proses hukum bisa dilanjutkan. "Misalnya kalau pasal 263 KUHP itu kan membuat surat atau memalsukan surat. Kalau memalsukan surat berarti ada suratnya yang asli…Kalau tidak ada kan cuma omong-omongan, tidak bisa kita buktikan kan begitu," katanya.

Ketika ditanya apakah yang dapat diproses hukum hanya pihak pemberi suap atau juga penerimanya, Hagnyono menyatakan bahwa hal tersebut tergantung hasil pemeriksaan.

"Berdasarkan hasil nanti pemeriksaan. Perannya dia yang menyogok atau dia perannya yang melakukan…tapi prinsipnya dia menerima harusnya kena (sanksi) juga kan begitu," katanya.

Lebih lanjut, Hagnyono menegaskan bahwa proses hukum hanya bisa berjalan jika ada laporan atau temuan dari aparat. 

"Bagi masyarakat yang mengalami kerugian.

Kan bisa lapor. Nanti kepengaduan akan di cross check. Dengan aparat misalnya. Benar nggak sih laporannya? Kan harus melakukan penyelidikan dulu," jelasnya.

Di sisi lain Ia juga menekankan kepolisian tetap menjunjung asas praduga tak bersalah dalam menangani laporan masyarakat. "Kita tidak boleh semena-mena. Harus ada penyelidikan dulu. Kalau terbukti, baru kita tindak sesuai aturan hukum," katanya. 

Namun demikian, ia mengaku belum mengetahui apakah sudah pernah ada penerapan pidana terkait jual beli kursi pendidikan dalam kasus sebelumnya. Menurutnya, sistem SPMB yang digunakan saat ini juga tergolong baru dan berbeda dari sebelumnya.

"Kalau pada saat saya menjabat ini saya belum tahu. Tapi mungkin yang kemarin-kemarin sudah ada. Ini kan sistemnya (SPMB) baru ini. Sistem yang kemarin kan berbeda nanti. Nah ini kan pelaksanaannya kan 2025-2026. Nanti kita lihat nanti," katanya mengakhiri. 

Sebelumnya, Wali Kota Bandung Muhammad Farhan tengah menyelidiki dugaan jual beli kursi dalam pelaksanaan sistem penerimaan murid baru (SPMB) tahun ajaran 2025/2026 jenjang SMP. Bangku kursi yang dijual berkisar di angka Rp 5 juta hingga Rp 8 juta.

"Masih diselidiki, sudah masuk dalam tahap penyelidikan apabila memang baru indikasi maka akan diberi peringatan keras dan sanksi administrasi berat, tetapi kalau memang sudah terlaksana dan transaksi pidana langsung," ujar Farhan di Balai Kota Bandung, Selasa (10/6/2025).

Farhan mengatakan sanksi pidana tidak hanya menyasar pihak yang menerima uang hasil jual beli kursi. Akan tetapi, sanksi pidana juga akan menjerat kepada pihak yang memberi uang tersebut.

Ia mengingatkan agar orangtua tidak menerima tawaran atau memberikan uang kepada pihak-pihak yang menjanjikan dapat memasukkan anak ke sekolah yang dituju. Terkait sekolah tersebut, ia mengaku belum dapat diungkap karena masih dalam penyelidikan. "Rp 5 sampai Rp 8 juta per kursi," kata dia.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement