Kamis 06 Jul 2023 09:22 WIB

Status PTN-BH Dipersoalkan, Pengamat: Jadi Cara Pemerintah Kurangi Pemberian Subsidi

Pengamat sebut status PTN-BH cara pemerintah untuk mengurangi pemberian subsidi.

Perguruan Tinggi - ilustrasi. Pengamat sebut status PTN-BH cara pemerintah untuk mengurangi pemberian subsidi.
Foto: blogspot.com
Perguruan Tinggi - ilustrasi. Pengamat sebut status PTN-BH cara pemerintah untuk mengurangi pemberian subsidi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Direktur Eksekutif Center for Education Regulations and Development Analysis, Indra Charismiadji, mengatakan kebijakan perguruan tinggi negeri berbadan hukum (PTN-BH) tak lain adalah kebijakan untuk mengurangi pemberian subsidi oleh pemerintah terhadap PTN. Dengan status berbadan hukum, PTN diminta untuk hidup sendiri. Hal itu yang menjadi salah satu penyebab biaya kuliah mahal.

Kan dengan kata lain pemerintah ingin mengurangi subsidi. Jadi universitas itu disuruh hidup sendiri. Karena tadi nggak ada riset, yaudah satu-satunya cara adalah mempertinggi biaya kuliah. Cuma itu jalannya. Tidak ada cara lain kan?” ujar Indra kepada Republika.co.id, Rabu (5//7/2023).

Baca Juga

Dia melihat PTN di Indonesia tidak ada yang merupakan universitas riset, hanya ada universitas mengajar. Di negara lain, menurut dia, tugas utama dari universitas itu bukan mengajar, melainkan melakukan riset. Menurut dia, itulah yang dimaksud dengan pengembangan ilmu pengetahuan. Hasil riset yang dihasilkan barulah kemudian dijadikan bahan pengajaran oleh universitas kepada para mahasiswanya.

“Jadi kita bisa lihat bagaimana cara hidup universitas di luar negeri itu lebih banyak menitikberatkan pada funding atau anggaran untuk riset. Kalau kita, karena tidak ada riset, semuanya adalah ngambil dari mahasiswa,” kata dia menjelaskan.

Dia menerangkan, ketika universitas memiliki fokus utama pada riset, maka universitas akan mendapatkan dana berupa dana riset. Dari sanalah kemudian sumber para dosen dan fakultas akan mendapatkan upah. Berbeda dengan universitas yang memiliki fokus utama pengajaran saja.

“Karena kita tidak punya riset, semua dananya adalah dana ngajar. Jadi itu yang ditanggung oleh mahasiswa. Makanya setiap tahun jadi semakin mahal, semakin mahal, semakin mahal kan. Intinya perbedaannya kalau di luar negeri itu karena dosennya, faculty-nya itu sudah digaji dari dana riset, maka biaya untuk mahasiswanya bisa murah,” kata dia.

Mahalnya uang kuliah tunggal (UKT) dia sebut merupakan buntut dari melencengnya sistem pendidikan nasional dari amanat konstitusi. Fokus utama perguruan tinggi Indonesia yang kini bukan menjadi universitas riset, melainkan universitas pengajaran, menjadi faktor yang membuat semakin mahalnya biaya pendidikan di perguruan tinggi.

“Pasal 31 ayat 5 UUD 1945 itu jelas, tujuan dari pendidikan itu mengembangkan ilmu pengetahuan. Sekarang coba kita lihat, satu saja perguruan tinggi kita itu yang universitas riset. Ada tidak? Nggak ada. Semuanya teaching university. Jadi semuanya tugasnya adalah ngajar. Tidak ada yang tugasnya meriset,” ujar Indra.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement