Jumat 31 May 2024 21:14 WIB

Pengamat Nilai Pembatalan Sementara Kenaikan Uang Kuliah di PTN untuk Redam Polemik Tapera

"Kalau UKT naik, tambah Tapera lagi, bisa demo habis-habisan rakyat," kata Indra.

Rep: Eva Rianti/ Red: Andri Saubani
Aksi unjuk rasa dari Serikat Mahasiswa Indonesia (SMI) di depan kampus Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Yogyakarta, Kamis (19/1/2023). Pada aksi ini mereka menuntut perbaikan sistem uang kuliah tunggal (UKT) di UNY. Aksi solidaritas mahasiswa ini digelar buntut dari meninggalnya mahasiswa UNY, Nur Riska yang berjuang meminta keringanan UKT hingga akhir hayat.
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Aksi unjuk rasa dari Serikat Mahasiswa Indonesia (SMI) di depan kampus Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Yogyakarta, Kamis (19/1/2023). Pada aksi ini mereka menuntut perbaikan sistem uang kuliah tunggal (UKT) di UNY. Aksi solidaritas mahasiswa ini digelar buntut dari meninggalnya mahasiswa UNY, Nur Riska yang berjuang meminta keringanan UKT hingga akhir hayat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah mengumumkan telah membatalkan kebijakan uang kuliah tunggal (UKT), seiring dengan tingginya eskalasi protes dari masyarakat. Menanggapi hal itu, pengamat melihat pembatalan itu merupakan langkah meredam isu yang juga menimbulkan protes luas di masyarakat, di antaranya tabungan perumahan rakyat atau Tapera. 

"Soalnya ada urusan Tapera. Kalau UKT naik, tambah Tapera lagi, bisa demo habis-habisan rakyat," kata pengamat pendidikan, Indra Charismiadji saat dihubungi Republika, Jumat (31/5/2024). 

Baca Juga

Indra menilai, biaya UKT yang melambung tinggi di berbagai perguruan tinggi negeri (PTN) telah menimbulkan banyak suara penolakan, mulai dari mahasiswa, civitas akademika, aktivis, hingga anggota parlemen. Di satu sisi, masyarakat kembali dibuat syok dengan adanya kebijakan Pemerintah Joko Widodo dengan menerapkan pemotongan gaji karyawan untuk program Tapera. 

Sehingga menurutnya masuk akal pemerintah membatalkan UKT untuk meredam isu yang berkembang dengan banyaknya protes. "Biar yang satunya reda dulu, Taperanya naik. Gitu kan melihatnya?" ujar dia.

Lebih lanjut, Indra juga melihat bahwa pembatalan UKT yang dilakukan Mendikbudristek Nadiem Makarim seyogiyanya hanya sebuah penundaan. Menurut analisisnya, UKT yang tinggi berdasarkan Permendikbud Nomor 2 Tahun 2024 bisa saja diterapkan tahun depan.  

"Bukan dibatalkan. Tapi ditunda. Kan Permendikbudnya enggak dicabut, janganlah rakyat kena prank. Sudah miskin, masih dibodoh-bodohi saja," ungkapnya.  

Sebelumnya diketahui, Pemerintah memutuskan untuk membatalkan kebijakan kenaikan besaran uang kuliah tunggal (UKT), yang diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nomor 2 Tahun 2024. 

Menurut Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim, keputusan tersebut diambil setelah pemerintah berdialog dengan para rektor universitas dan mendengar aspirasi dari berbagai pemangku kepentingan terkait isu yang belakangan menjadi sorotan publik ini.

"Kemendikbudristek telah mengambil keputusan untuk membatalkan kenaikan UKT pada tahun ini dan kami akan merevaluasi semua permintaan peningkatan UKT dari PTN (perguruan tinggi negeri),” kata Nadiem usai menemui Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (27/5/2024).

Nadiem menjelaskan untuk tahun ini, tidak ada mahasiswa yang akan terdampak kebijakan kenaikan UKT, sementara pemerintah akan mengevaluasi satu per satu permintaan dari perguruan tinggi untuk peningkatan UKT tahun depan.

"Jadi ini benar-benar suatu hal, aspirasi yang kami dengarkan (dari) masyarakat dan juga kami ingin memastikan bahwa kalau pun ada kenaikan UKT harus dengan asas keadilan dan kewajaran. Itu yang akan kita laksanakan,” tutur Nadiem.

photo
Kuliah Mahal, Indonesia Tertinggal - (Republika)

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement