Rabu 28 Jun 2023 21:07 WIB

Healing The World; Catatan Perjalanan Diplomat Jadi Saksi Sejarah Dunia Selama 40 Tahun

Buku ini mengajak Republik Indonesia untuk lebih mandiri dan peka soal geopolitik.

Diplomat senior Indonesia Sugeng Rahardjo
Foto: Dok. Pri
Diplomat senior Indonesia Sugeng Rahardjo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setelah diterbitkannya buku pertama Unboxing Tiongkok yang mendapat sambutan luas berbagai kalangan pada 2021 lalu, dua tahun kemudian, Sugeng Rahardjo, diplomat karier, kembali menerbitkan buku, kini berjudul Healing the WorldMemadamkan Api Perang Dunia Ketiga. Buku ini diluncurkan di Jakarta pada Senin (26/6/2023) 2023. 

Sesuai dengan pengalaman saat menjadi Dubes RI di Beijing pada 2014–2017, buku Healing the World mengupas isu aktual yang sekarang sedang terjadi di tengah tengah masyarakat dunia. Antara lain, sakitnya perekonomian dunia dan juga transisi geopolitik dunia yang sedang bergeser dari Amerika kepada kekuatan ekonomi dunia baru yang lebih seimbang.

Baca Juga

Dosen Hubungan Internasional Universitas Padjajaran Bandung Teuku Rezasyah yang hadir sebagai narasumber dalam bedah buku tersebut menegaskan buku tersebut perlu dibaca oleh kalangan diplomat. Pun, mahasiswa dan mereka yang punya ketertarikan di bidang diplomasi internasional atau dinamika yang terjadi di dunia saat ini.

"Buku ini mengajak Republik Indonesia untuk lebih mandiri dan lebih peka terhadap kondisi geopolitik yang terjadi saat ini dan mendatang, " kata Teuku, seperti dinukil dari Kantor Berita Antara, Rabu (28/6/2023).  

Sementara, Sugeng mengatakan, dunia tetap akan dikuasai neokolonialisme, yang ditandai dengan kebijakan zero sum game, yaitu harus ada yang menang dan kalah.

"Sejak Perang Dunia Kedua, kebijakan yang diambil selalu ditandai dengan persaingan yang alih-alih sehat, tapi justru menimbulkan ketegangan," kata Sugeng. 

Selain Teuku, bedah tersebut juga menghadirkan aktivis mahasiswa dari Himpunan Mahasiswa Islam Indonesia (HMI), Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) dan Pehimpuan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI).

Keunikan dari buku ini adalah, semua peristiwa  geopolitik dunia ini, tidak diulas dari sudut pandang seorang pengamat. Namun, sebagai seorang pelaku, yang diuraikan melalui perjalanan hidup dan karier seorang Sugeng Rahardjo.  

Baik di mulai dari awal karier sebagai diplomat, melihat dan berada di Amerika Serikat ketika Negeri Paman SAM menjalani puncak kemajuan dunia. Kemudian, ketika Amerika Serikat berada di perkembangan geopolitik berbagai belahan dunia dan juga berada di Tiongkok ketika, Negeri Tirai Bambu menjadi pusat kemajuan dunia baru selama satu dekade terakhir. 

“Buku ini saya tulis untuk memberikan pengalaman selama hampir 40 tahun terakhir sebagai diplomat, di mana perkembangan dalam negeri dan hubungan internasional tidak merupakan ruang yang kosong tetapi banyak dimanfaatkan oleh berbagai kepentingan, yang apabila tidak mendapatkan perhatian generasi muda, akan menciptakan berbagai tantangan dan kendala dalam menciptakan Indonesia yang lebih makmur, lebih adil dan sejahtera," kata Sugeng Rahardjo yang juga pernah menjadi Duta Besar Indonesia untuk Afrika Selatan itu.  

Buku yang ditulis Sugeng Rahardjo dengan 300 halaman, dalam dua jilid (jilid 1 dan jilid 2), memberi pesan mendalam  pentingnya pengelolaan politik luar negeri. Diplomasi bukanlah sekedar basa basi, melalui acara acara seremonial, tapi harus membawa dan mentransfer kemakmuran negara yang lebih maju kepada Indonesia. Diplomat harus sudah sanggup melihat rekam jejak, siapa teman kita dan siapa bukan teman kita. Hal ini disuguhkan melalui catatan perjalanan malang melintang di berbagai belahan dunia selama sebagai diplomat.

Mulai dari "Operasi Jakarta" di Cile tahun 1973, pembicaraan mengenai utang Indonesia di Paris Club sebagai akibat dari badai krisis moneter pada 1997 – 1998, mempersiapkan kedatangan pemimpin Afrika Selatan Nelson Mandela pada era Presiden Soeharto, serta sepak terjangnya sebagai Irjen dan juga melihat implikasi keadaan kepemimpinan dunia saat ini yang dapat mengancam terjadinya perang dunia ketiga. 

Sugeng Rahardjo memiliki pemikiran yang progresif, yang mana ia melihat bahwa era Amerika Serikat terus mengalami penurunan. Saat ini, kata dia, giliran Asia untuk tampil memimpin dunia. 

Apalagi sekarang dunia menyaksikan kehebohan kondisi keuangan Amerika Serikat, negara dengan ekonomi terkuat di dunia, yang ternyata memiliki utang yang sangat besar bahkan terancam gagal bayar.

Sugeng Rahardjo melalui buku ini, mengajak para pemimpin bangsa dan pebisnis merefleksi diri menghadapi situasi dunia yang sedang dalam tekanan besar. Apa yang secara subtansial harus dilakukan, sikap “business as usual” sudah harus ditinggalkan dan melihat dunia dengan paradigma dan pendekatan baru. "Cara-cara lama sudah tidak bisa digunakan lagi. Kepentingan diplomasi Indonesia harus mampu membawa kesejahteraan bagi rakyat Indonesia," kata dia.  

Dalam penulisan buku tersebut, Sugeng dibantu oleh tim penulis yang terdiri atas Atman Ahdiat, Ardy Bramantyo, Rahmad Nasution dan Sariat Arifia.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement