Senin 26 Jun 2023 21:48 WIB

Koalisi Sipil Minta Bawaslu Buat Kode Etik Kampanye di Medsos 

Koalisi Sipil meminta Bawaslu untuk membuat kode etik kampanye di medsos.

Rep: Febryan A/ Red: Bilal Ramadhan
Ilustrasi Kampanye Parpol. Koalisi Sipil meminta Bawaslu untuk membuat kode etik kampanye di medsos.
Foto: Foto : MgRol112
Ilustrasi Kampanye Parpol. Koalisi Sipil meminta Bawaslu untuk membuat kode etik kampanye di medsos.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebanyak 10 organisasi sipil yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil untuk Kampanye Pemilu yang Informatif dan Edukatif meminta Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI membuat kode etik kampanye di media sosial sebagai acuan peserta Pemilu 2024. Hal ini diperlukan untuk mencegah polarisasi masyarakat seperti Pemilu 2019. 

"Kami mendorong Bawaslu untuk menyusun code of conduct (kode etik) kampanye di media sosial. Hal ini penting agar kampanye di media sosial memiliki acuan yang jelas," kata perwakilan koalisi tersebut, Direktur Eksekutif The Indonesian Institute (TII) Adinda Tenriangke Muchtar saat konferensi pers di Jakarta Pusat, Senin (26/6/2023). 

Baca Juga

Adinda mengatakan, kode etik berkampanye di media sosial (medsos) diperlukan setelah berkaca dari pengalaman Pemilu 2019. Ketika itu, berdasarkan data Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo), hoaks bertema politik mendominasi di medsos. Ujaran kebencian juga tak jarang dilakukan para kontestan. 

Penyebaran hoaks dan ujaran kebencian ketika itu, kata Adinda, menyebabkan masyarakat terbelah atau terpolarisasi. Ada pula yang sampai berujung dengan konflik. "Fakta juga menunjukkan bahwa ujaran kebencian berdampak negatif pada kelompok marginal, termasuk memicu potensi kekerasan dan ancaman fisik lainnya," ujarnya. 

Menurut Adinda, kekacauan sosial seperti Pemilu 2019 itu bisa terulang kembali jelang, saat, dan setelah gelaran Pemilu 2024. Sebab, kabar hoaks dan ujaran kebencian mulai marak di media sosial. Data Mafindo menunjukkan bahwa jelang Pemilu 2024, peredaran hoaks di media sosial meningkat enam kali lipat dari biasanya. 

Masalahnya, kata dia, KPU dan Bawaslu kini belum punya regulasi yang tegas untuk mengatasi hoaks dan ujaran kebencian di medsos ini. Karena itu, pihaknya mendorong Bawaslu membuat kode etik kampanye di medsos. 

Adinda menambahkan, koalisi sipil juga mendorong Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) berkomitmen memberikan ruang bagi masyarakat sipil untuk terlibat dalam moderasi konten. PSE itu misalnya aplikasi Google, Whatsapp, dan Instagram. 

Koalisi sipil ini terdiri atas TII, Perludem, Formappi, Lingkar Madani Indonesia, Sejuk, Tepi Indonesia, Sindikasi Pemilu dan Demokrasi, Youth IGF Indonesia, Pusat Pemilu Akses Disabilitas, serta Cakra Wikara Indonesia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement