REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memamerkan foto berbagai aset dan uang tunai terkait kasus Gubernur nonaktif Papua, Lukas Enembe. Seluruh aset yang dipamerkan itu merupakan hasil sitaan dalam penyidikan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang menjerat Lukas.
"Sebagai upaya untuk mengoptimalkan pengembalian dan pemulihan keuangan negara melalui asset recovery dalam Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) KPK melakukan penyitaan terhadap aset-aset," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Senin (26/6/2023).
Alex mengungkapkan, KPK sudah menyita total 27 aset Lukas. Salah satunya, yakni uang senilai Rp 81.628.693.000; 5.100 dolar AS; dan 26.300 dolar Singapura.
"Aset-aset tersebut diduga diperoleh tersangka LE dari tindak pidana korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji dan gratifikasi terkait proyek pembangunan infrastruktur di Provinsi Papua serta tindak pidana korupsi lainnya," ungkap Alex.
Berikut adalah rincian aset Lukas yang disita KPK:
- Uang senilai Rp 81.628.693.000;
- Uang senilai 5.100 dolar AS;
- Uang senilai 26.300 dolar Singapura;
- Satu unit apartemen di Jakarta dengan nilai Rp 2 miliar;
- Satu bidang tanah seluar 1.525 m2 yang dibangun Hotel Grand Royal Angkasa di Jayapura senilai Rp 40 miliar;
- Satu bidang tanah berikut bangunan rumah tinggal di Jakarta senilai Rp 5.380.000.000;
- Satu bidang tanah seluas 862 m2 beserta bangunan di Kota Bogor, Jawa Barat senilai Rp 4.310.000.000;
- Satu tanah seluas 682 m2 beserta bangunan di Jayapura senilai Rp 682.000.000;
- Tanah seluas 2.199 m2 beserta bangunan diatasnya di Jayapura senilai Rp 1.099.500.000;
- Tanah seluas 2.000 m2 beserta bangunan diatasnya di Jayapura senilai Rp 1 miliar;
- Satu unit apartemen di Jakarta senilai Rp 510.000.000;
- Satu unit apartemen di Jakarta senilai Rp 700.000.000;
- Satu unit rumah tipe 36 di Koya Barat senilai Rp 184.000.000;
- Sertifikat hak milik tanah di Koya Koso, Abepura, Papua senilai Rp 47.600.000;
- Sertifikat hak milik tanah beserta bangunan berbentuk sasak Nusa Tenggara Barat (NTB) untuk rumah makan di Koya Koso, Abepura senilai Rp 2.748.000.000;
- Dua emas batangan senilai Rp 1.782.883.600;
- Empat keping koin emas dengan tulisan 'Property of Mr. Lukas Enembe' senilai Rp 41.127.000;
- Satu buah liontin emas berbentuk kepala singa senilai Rp 34.199.500;
- 12 cincin emas bermata batu yang nilainya masih ditaksir;
- Satu cincin emas tidak bermata yang nilainya masih ditaksir;
- Dua cincin berwarna silver emas putih dengan nilai masih dalam proses taksir;
- Biji emas dalam 1 buah tumbler dengan nilai masih dalam nilai taksir;
- Satu unit mobil honda HR-V senilai Rp 385 juta;
- Satu unit mobil Toyota Alphard senilai Rp700 juta;
- Satu unit mobil Toyota Raize senilai Rp 230 juta;
- Satu unit mobil Toyota Fortuner senilai Rp 516.400.000;
- Satu unit mobil Honda Civic senilai Rp 364 juta.
Adapun KPK telah menyelesaikan penyidikan perkara suap dan gratifikasi yang menjerat Lukas. Kini, perkara tersebut telah naik ke tahap persidangan. Sebelumnya, Lukas ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi pengerjaan sejumlah proyek pembangunan infrastruktur di Papua. Dia diduga menerima uang dari Direktur PT Tabi Bangun Papua, Rijatono Lakka agar perusahaannya mendapatkan sejumlah proyek pembangunan infrastruktur di Papua. Padahal perusahaan milik Rijatono tidak memiliki pengalaman dalam bidang konstruksi lantaran sebelumnya bergerak pada bidang farmasi.
Selain Lukas, Rijatono juga diduga menemui sejumlah pejabat di Pemprov Papua terkait proyek tersebut. Mereka diduga melakukan kesepakatan berupa pemberian fee sebesar 14 persen dari nilai kontrak setelah dikurangi nilai PPh dan PPN.
Setelah terpilih untuk mengerjakan sejumlah proyek, Rijatono diduga menyerahkan uang kepada Lukas Enembe dengan jumlah sekitar Rp 1 miliar. Di samping itu, Lukas Enembe juga diduga telah menerima pemberian lain sebagai gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya hingga jumlahnya miliaran rupiah.