REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Vaksin keempat atau booster kedua Covid-19 disarankan untuk tetap diterima masyarakat Indonesia meski Covid-19 sudah memasuki endemi. Menurut Pengurus Besar ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) hal ini masih dibutuhkan untuk menjaga imunitas masyarakat.
"Mengingat tingkat capaian vaksin masih rendah sehingga dibutuhkan vaksinasi untuk peningkatan imunitas yang semakin tinggi yang tentu berdampak pada tingkat infeksi Covid-19 pada masyarakat," ujar Ketua Satgas Covid-19 PB IDI DR. dr. Erlina Burhan, Spp(K) dalam konferensi pers secara daring pada Kamis (22/6/2023).
Menurut dia, vaksin keempat atau booster kedua Covid-19 sudah menjadi program pemerintah sehingga sebaiknya tetap dilakukan. Pemerintah dalam hal ini juga didesak untuk tetap berkomitmen mengenai vaksin yang harus tetap dilakukan sebagaimana rencana sebelumnya.
"Sebab vaksinasi sangat berpengaruh pada pembentukan antibodi terhadap masyarakat terhadap Covid sehingga dapat memperkecil kemungkinan kembali adanya lonjakan kasus," kata dia.
Erlina mengatakan, jika penularan virus terjadi, maka dikhawatirkan varian atau strain baru bakal muncul. Sebab sirkulasi kuman dan virus yang terus menerus akan memicu terjadinya mutasi, mutasi memicu terjadinya strain baru atau varian baru. Kendati begitu, dalam kondisi endemi ini, kata dia, dapat terkendali maka kemungkinan terjadi mutasi kecil.
"Kami selalu tekankan endemi itu bukan berarti penyakitnya tidak ada. Masih ada namun bisa dikendalikan namun kami juga selalu mengimbau bahwa masyarakat dengan resiko tinggi seperti lansia atau orang-orang dengan komorbid harus menjaga dirinya kali di keramaian tidak tertular virus," katanya.
Di sisi lain, Pemerintah berencana menerapkan kebijakan vaksin berbayar di masa endemi ini. Erlina mengatakan, Pemerintah harus mengantisipasi wacana tersebut mengingat banyak masyarakat yang kurang mampu dan merupakan kelompok berisiko tinggi.
"PB IDI Usulkan jika bagi kelompok berisiko tinggi dan tidak mampu membeli vaksin disediakan secara gratis atau bisa juga dengan melalui skema Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)," kata dia.
Erlina yang merupakan dokter paru itu juga mengatakan, pemerintah harus menyediakan akses ketersediaan terhadap vaksin. Selain vaksin Covid, pemerintah juga perlu menyediakan alat pelindung diri, obat-obatan dan oksigen.
"Jadi kita ingin sekali bahwa hal ini mendapatkan suatu fasilitas dan akses yang mudah. Terutama vaksin untuk kelompok berisiko tinggi yaitu orang tua, orang dengan komorbid, sistem imunitas yang rendah," katanya.
Menyoal harga vaksin, Erlina masih berharap bahwa pemerintah tidak mematok harga terlalu mahal. "Jika bisa ditekan hingga di bawah Rp100 ribu supaya akses ini bisa lebih luas lagi dan khusus untuk orang-orang yang tidak mampu tapi beresiko sakit malah kita meminta pemerintah untuk menyediakannya secara gratis