Selasa 13 Jun 2023 19:34 WIB

Dirut Jelaskan Tentang Pentingnya Kerja Sama PAM Jaya dengan PT Moya Indonesia

Saat bahas PAM Jaya, Gilbert mengaku kenyang dibohongi dan malah tuding Ancol bobrok.

Rep: Eva Rianti/ Red: Erik Purnama Putra
Direktur Utama (Dirut) Perusahaan Umum Daerah Air Minum Jaya (PAM Jaya), Arief Nasrudin.
Foto: Republika.co.id/Eva Rianti
Direktur Utama (Dirut) Perusahaan Umum Daerah Air Minum Jaya (PAM Jaya), Arief Nasrudin.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Utama (Dirut) Perusahaan Umum Daerah Air Minum Jaya (PAM Jaya), Arief Nasrudin menanggapi ihwal kerja sama dengan PT Moya Indonesia, yang disangsikan oleh Komisi B DPRD DKI. Dewan mengkritik kebijakan PAM Jaya yang menggandeng pihak ketiga dalam pelayanan pasokan air bersih ke pelanggan di Ibu Kota.

Hal itu lantaran adanya 'trauma' atas kerja sama yang sebelumnya berlangsung antara PAM Jaya bersama PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja) dan PT Aetra Air Jakarta (Aetra), yang baru berakhir awal 2023 lalu. Padahal, perjanjian selama 25 tahun itu dinilai merugikan badan usaha milik daerah (BUMD) DKI tersebut.

Arief menjelaskan latar belakang kerja sama tersebut berkaitan dengan rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN) 2019-2024. Di dalamnya, ada program strategis nasional (PSN) berupa perjanjian penyediaan air minum.

Dia mengatakan, kerja sama dengan PT Moya Indonesia bukanlah berbentuk kemitraan, seperti yang terjadi sebelumnya bersama Aetra dan Palyja. Kerja sama kedua belah pihak hanya berbentuk alih daya (outsource).

"Saya takutnya kita masih terbawa (anggapan) kemitraan seperti Aetra dan Palyja. Sebenarnya ini bukan kemitraan, tapi outsourcing yang berinvestasi. Bukan kemitraan karena mereka tidak melakukan pelayanan dan tidak juga di hulu. Mereka hanya berinvestasi, punya dana yang kemudian kita kerjasamakan," kata Arief dalam rapat bersama Komisi B DPRD DKI di gedung DPRD DKI, Jakarta Pusat, Selasa (13/6/2023).

Adapun kelanjutannya nanti, sambung dia, dari investasi tersebut akan ada pengembalian di 25 tahun kemudian. Arief mengeklaim, harganya bisa lebih murah. "Dan kita kembalikan 25 tahun ke depan yang harga water charge yang lebih turun dibanding apa yang kita kerjasamakan. Sekarang water charge kita dengan bundling 1.600 (per meter kubik) yang dulunya kita beli 7.200," jelas Arief.

Anggota Komisi B DPRD DKI, Gilbert Simanjuntak menyangsikan pernyataan orang nomor satu di PAM Jaya tersebut. Dia mencontohkan kasus bobroknya internal BUMD DKI lainnya yang saat ini mendapat sorotan publik, yaitu PT Pembangunan Jaya Ancol.

"Pak Arief, kita sudah kenyang Pak dibohongi. Salah satu yang membohongi kita ya Ancol bagaimana bisa selama ini mereka mengatakan untung, minta kemudian disetujui untuk memberi kredit ke Bank DKI ternyata persoalannya dibuka Thomas Lembong, di internal mereka bobrok sekali," kata Gilbert.

"Jadi kenapa kemudian kita agak sedikit sengit dalam hal ini. Kita juga merasa enggak nyaman, bagaimana bisa bertahun-tahun kita rapat, saya terus terang dengan BUMD ada tanda tanya," jelas Gilbert melanjutkan.

Komisi B DPRD DKI menggelar rapat bersama dengan PT Perusahaan Air Minum (PAM) Jaya di gedung DPRD DKI Jakarta pada Selasa. Dalam rapat tersebut muncul nama perusahaan Moya Indonesia sebagai pihak ketiga yang bekerja sama dengan PAM Jaya.

Sejumlah anggota Komisi B DPRD DKI sontak menentang adanya kerja sama PAM Jaya dengan pihak ketiga. Menurut Gilbert Simanjuntak, kerja sama dengan pihak ketiga alangkah baiknya dibahas dan mendapat persetujuan dari dewan. Tujuannya agar bisa dilakukan pengawasan untuk mengantisipasi hal yang terjadi sebelumnya.

"Pertanyaan mendasar adalah kenapa harus kerja sama lagi? Apakah kelebihan PT Moya yang kita tidak punya? Saya paling enggak setuju. Kan kita sudah jadi korban Aetra dan Palyja, kenapa mesti kerja sama dengan pihak ketiga yang kita sendiri enggak ngerti apa dasarnya," kata Gilbert.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement