Kamis 08 Jun 2023 18:45 WIB

Korban TPPO PT SMS Disalurkan ke Negara di Asia, Afrika dan Amerika Selatan

PT SMS dijerat dugaan pelanggaran TPPO dan perizinan penyalur ABK.

Rep: Bowo Pribadi/ Red: Agus raharjo
Warga melakukan aksi damai memperingati Hari Anti Perdagangan Manusia se-Dunia di Titik Nol Km, Yogyakarta,  Ahad (31/7/2022). Aksi yang digagas oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) itu mengkampanyekan anti perdagangan manusia menyusul masih tingginya kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di Indonesia.
Foto: ANTARA/Andreas Fitri Atmoko
Warga melakukan aksi damai memperingati Hari Anti Perdagangan Manusia se-Dunia di Titik Nol Km, Yogyakarta, Ahad (31/7/2022). Aksi yang digagas oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) itu mengkampanyekan anti perdagangan manusia menyusul masih tingginya kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di Indonesia.

REPUBLIKA.CO.ID, PEMALANG—PT Sahabat Mitra Sejahtera (SMS) diduga merekrut dan menyalurkan korban, dengan iming-iming bekerja sebagai anak buah kapal (ABK) di berbagai negara, di luar negeri. Perusahaan itu terjerat kasus dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di Pemalang.

Berdasarkan keterangan yang didapatkan penyidik Polres Pemalang, para korban yang telah direkrut kemudian disalurkan ke berbagai negara tidak hanya di kawasan Asia, namun juga di Amerika Selatan. “Sebagian besar dijanjikan menjadi anak buah kapal, di berbagai negara. Ada yang ke Singapura, Korea, Uruguay, Afrika dan beberapa negara lainnya,” ujar Kapolres Pemalang, AKBP Yovan Fatika HA kepada Republika.co.id, Kamis (8/6/2023).

Baca Juga

Yovan juga menjelaskan, sistem yang digunakan PT SMS berbeda dengan dugaan TPPO lain yang sebelumnya juga diungkap aparat kepolisian di beberapa wilayah di Jawa Tengah. Ia mengatakan, kalau pada kasus lain para korban diminta uangnya terlebih dahulu, cara yang digunakan oleh PT SMS berbeda.

Perusahaan ini menalangi semua biaya untuk mengurus administrasi calon pekerja migran termasuk juga seluruh kebutuhan selama mereka masih berada di penampungan. Baru setelah para korban bekerja di luar negeri dibayar menggunakan potongan gaji. Jadi baik biaya paspor dan berbagai syarat administrasi lain, biaya makan dan kebutuhan selama di penampungan ditalangi oleh perusahaan ini.

“Jadi setelah para korban sudah bekerja dipotong gajinya untuk mengganti biaya yang telah dikeluarkan perusahaan, untuk kebutuhan pengurusan persyaratan dan makan dan kebutuhan lain selama berada di penampungan,” ujarnya.

Oleh karena itu, kata Yovan, dari jumlah 447 ABK yang direkrut sejak Mei 2021 sebagian besar sudah bekerja di luar negeri. Pada saat dilakukan tindakan kepolisian di penampungan masih ada 18 orang.

Terkait dengan perkembangan kasus ini, polisi masih terus berkoordinasi dengan pihak terkait. Polisi nanti tidak hanya akan menindak PT SMS terkait dengan dugaan pelanggaran TPPO. Namun juga pelanggaran perizinan dan ketentuan adminstrasi sebagai penyalur ABK ke luar negeri.

“Sejauh ini polisi telah menetapkan satu orang tersangka dalam pengunkapan kasus TPPO ini, yang bersangkutan adalah direktur Utama PT SMS berinisial AI (35 tahun),” tegas Kapolres Pemalang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement