Korban mengaku mendapatkan perlakukan tak senonoh dari 11 pelaku, yang di antaranya oknum kepala desa (kades) yang bertugas di Parimo dan oknum guru. Selain itu juga terdapat keterlibatan seorang perwira, yang dilakukan pada tempat dan waktu yang berbeda-beda. Saat ini korban sedang menjalani proses pemeriksaan dan perawatan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Undata, Kota Palu.
Sebelumnya, beredar di media sosial keterangan Kapolda Sulteng Irjen Pol Agus Nugroho tentang penyebutan diksi 'pemerkosaan' di kasus Parigi Muotong. Menurut Agus, penyebutan di media massa keliru tentang 'pemerkosaan', namun seharusnya 'persetubuhan.'
"Kasus yang terjadi bukanlah perkara pemerkosaan ataupun rudapaksa, apalagi sebagaimana kita maklumi bersama beberapa waktu lalu ada yang menyampaikan pemberitaan bahwa kasus ini adalah 'pemerkosaan yang dilakukan oleh 11 orang secara bersama-sama,' saya ingin luruskan penggunaan istilah itu," ujar Agus dalam konferensi pers melalui video yang beredar, dikutip Republika.co.id pada Kamis (1/6/2023).
"Kita tidak menggunakan istilah 'pemerkosaan' melainkan 'persetubuhan terhadap anak di bawah umur'," ujarnya menambahkan.
Dia mengungkapkan kasus ini tidak masuk dalam ranah pemerkosaan sebab tidak memiliki unsur kekerasan atau ancaman seperti yang tertuang dalam Pasal 85 KUHP. Korban justru bukan diancam atau mendapatkan kekerasan melainkan dibujuk.
Agus juga mengungkapkan narasi soal pemerkosaan yang dilakukan secara bersama-sama tidak benar. Para tersangka melakukan tindakan persetubuhan tersebut berdiri sendiri-sendiri.
"Dalam perkara ini tidak ada unsur ancaman kekerasan termasuk juga pengancaman terhadap korban. Sementara dalam kaitannya dilakukannya secara bersama-sama, berdasarkan pemeriksaan, tindakan para tersangka dilakukan sendiri-sendiri, tidak secara bersama dan tidak secara paksa," ujar dia.
"Modus operandi juga bukan dengan ancaman kekerasan melainkan dengan bujuk rayuan dan iming-iming, bahkan dijanjikan menikah," ujarnya menambahkan.