REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Konsultan Yayasan Letera Anak Reza Indragiri Amriel mengingatkan semua pihak, terutama pendamping anak korban pemerkosaan di Parigi Moutong, Sulawesi Tengah agar memperhatikan kondisi mental sang anak pasca-kejadian traumatik tersebut.
"Pengetahuan tentang kondisi mental korban dibutuhkan dalam rangka menyusun program penanganan yang tepat bagi dirinya," kata Reza dalam keterangan yang dibagikannya di Jakarta, Jumat (2/6/2023).
Reza menyebut, kondisi RO (15 tahun), korban pemerkosaan yang dilakukan oleh 11 pria itu secara fisik tubuhnya sudah mengenal sensasi seks. Terlebih, pemerkosaan itu berlangsung berulang dalam kurun waktu yang panjang dengan modus iming-iming imbalan dan sejenis.
Menurut dia, dengan kondisi seperti itu, penting untuk mencari tahu apakah korban mengalami pemerkosaan dengan perasaan menderita atau biasa saja. "Atau justru menganggapnya sebagai aktivitas transaksional dengan tujuan instrumental (memperoleh keuntungan)," ujar Reza.
Pakar psikologi forensik itu menjelaskan, apa pun kondisi korban tetaplah berstatus korban dan pelakunya tetap harus dipidana. Tapi, di satu sisi kondisi mental korban terkesampingkan. Hal ini terindikasi dari informasi yang diberikan oleh pendamping korban yang berkutat pada kondisi fisik korban semata.
"Mungkin, saking ekstremnya masalah fisik si korban, pendamping serta-merta meyakini bahwa korban mengalami perkosaan dengan penuh penderitaan," ujar Reza.
Kasus tersebut terjadi sejak April 2022 dan dilaporkan keluarga RO pada Januari 2023 di Polres Parigi Moutong setelah korban mengalami sakit pada bagian perut. Berdasarkan keterangan korban, kasus tersebut dilakukan di tempat yang berbeda-beda dalam waktu 10 bulan
Kapolda Sulteng Irjen Pol. Agus Nugroho, Rabu (31/5/2023) menyebutkan dari 11 laki-laki yang dilaporkan, polisi telah menetapkan 10 tersangka yakni HR (43) yang berstatus sebagai kepala desa di Parigi Moutong, ARH (40) seorang guru SD di Desa Sausu, AK (47), AR (26), MT (36), FN (22), K (32), AW, AS dan AK.
Sementara MKS yang merupakan oknum anggota Polri masih dalam tahap pemeriksaan dan belum ditetapkan sebagai tersangka, dengan alasan belum cukup bukti.