Jumat 02 Jun 2023 14:48 WIB

Sudah Dibangun Sejak 2002, Pembebasan Lahan Flyover Pramuka Dinilai Salah Bayar

Penerima pembebasan lahan Fly Over Pramuka dihukum 6 tahun penjara

Rep: Eva Rianti/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
 Seorang pengemudi ojek online beristirahat untuk melepas kantuknya di kolong flyover Pramuka Jakarta, Ahad (3/9).
Foto: Republika/Darmawan
Seorang pengemudi ojek online beristirahat untuk melepas kantuknya di kolong flyover Pramuka Jakarta, Ahad (3/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Meski telah dibangun sejak 21 tahun yang lalu, jalan layang atau flyover Pramuka di Jakarta Timur masih menyisakan masalah. Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta dituding salah bayar atas pembebasan lahan untuk pembangunan flyover tersebut, sementara pihak yang mengaku sebagai pemilik lahan telah menerima uang ganti rugi Rp 35 miliar.

Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi mengatakan, pihaknya terus mengawal masalah pembayaran pembebasan lahan untuk pembangunan kupingan flyover Pramuka. Pembebasan lahan tersebut dinilai menjadi masalah lantaran Pemprov DKI Jakarta diduga melakukan kesalahan pembayaran pada 2011 yang lalu.

"Saya memediasi ini supaya bisa mendengar duduk perkaranya dan mencari jalan terbaik penyelesaiannya," kata Prasetyo dalam keterangan tertulis, dikutip Jumat (2/6/2023).

Prasetyo menjelaskan, kasus salah bayar pembebasan lahan itu berawal pada 2002 saat Pemprov DKI Jakarta membangun flyover Pramuka. Jalan layang itu dibangun untuk mengatasi masalah kemacetan yang terjadi di Jalan Pramuka dan Jalan Ahmad Yani di perbatasan Jakarta Pusat dan Jakarta Timur.

Proyek jalan layang itu dibarengi dengan pembangunan kupingan agar kendaraan dari arah Cawang bisa belok ke kiri atau ke Jalan Pramuka. Namun, dalam prosesnya, pembangunan kupingan mangkrak sekitar enam tahun lantaran terjadi sengketa antara dua pihak yang mengaku sebagai pemilik lahan seluas 0,73 hektare di RT 12 RW 09, Kelurahan Utan Kayu Utara, Kecamatan Matraman, Jakarta Timur itu.

Kedua pihak tersebut yakni warga Cijeruk, Bogor bernama Tatang dan warga Utan Kayu, Jakarta Timur bernama Keronih dan kawan-kawan (dkk). Tatang diketahui telah menerima pembayaran ganti rugi pembebasan lahan sebesar Rp 35 miliar dari Pemprov DKI Jakarta pada 2011 silam. 

Namun Keronik dkk menempuh jalur hukum dan melaporkan Tatang atas sangkaan menggunakan dokumen palsu yang digunakan untuk menerima pembayaran pembebasan lahan dari Pemprov DKI Jakarta.

Lantas, Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur menyatakan Tatang bersalah dan menjatuhi hukuman enam tahun penjara. Vonis tersebut diputuskan majelis hakim pada pertengahan Desember 2013.

Atas kasus tersebut, Prasetyo turun tangan dan melakukan pertemuan dengan kuasa hukum ahli waris, Paltak Siburian pada Selasa (30/5) lalu. Paltak mengaku diperlukan adanya mediasi untuk menindaklanjuti keputusan Kasasi Mahkamah Agung (MA) Nomor 2935 K/PDT/2017 tertanggal 22 Desember 2017 yang menguatkan keputusan PN Jakarta Timur dan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dan memerintahkan Pemprov DKI membayar ganti rugi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement