Kamis 01 Jun 2023 16:36 WIB

Lima 'Bocoran' Putusan MK Terkait Sistem Proporsional Pemilu Menurut Denny Indrayana

Denny memprediksi MK bakal memutuskan pemilu menggunakan sistem campuran beda level.

Rep: Febryan A, Fauziah Mursid/ Red: Andri Saubani
Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman (kedua kanan). MK dalam waktu dekat akan memutus gugatan UU Pemilu. (ilustrasi)
Foto:

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum tata negara Denny Indrayana memprediksi lima bentuk putusan yang kemungkinan diambil Mahkamah Konstitusi (MK) atas gugatan uji materi sistem pemilu proporsional terbuka. Mantan wakil menteri hukum dan HAM itu menyebut lima prediksinya tersebut sebagai 'bocoran'. 

"Mau tahu putusan MK soal pemilihan legislatif? Ada lima 'bocoran' terkait arah putusan MK tersebut," kata Denny lewat keterangan tertulisnya, Kamis (1/6/2023). 

Baca Juga

Pertama, MK memutuskan tidak menerima gugatan pemohon. Artinya, pemohon dianggap tidak berhak mengajukan gugatan. Dengan demikian, sistem proporsional terbuka tetap digunakan dalam Pemilu 2024. 

Kedua, MK memutuskan menolak permohonan. Dengan begitu, sistem proporsional terbuka juga akan tetap digunakan dalam gelaran Pemilu 2024. 

Ketiga, MK memutuskan mengabulkan seluruh permohonan. Artinya, sistem pemilu berubah menjadi proporsional tertutup alias sistem coblos partai. MK bisa saja memerintahkan agar sistem proporsional tertutup itu diterapkan mulai Pemilu 2024, atau dipakai mulai Pemilu 2029. 

Keempat, MK memutuskan mengabulkan sebagian permohonan. Kemungkinan, kata Denny, MK akan memerintahkan agar pemilu menggunakan sistem campuran, yakni sistem proporsional tertutup dengan memperhatikan perolehan suara calon anggota legislatif (caleg). MK bisa memutuskan sistem campuran ini berlaku mulai dari Pemilu 2024, atau mulai Pemilu 2029. 

Kelima, MK memutuskan mengabulkan sebagian. Denny memprediksi MK bakal memutuskan pemilu menggunakan sistem campuran beda level. "Misalnya sistem tertutup untuk DPR, namun sistem terbuka untuk DPR provinsi dan kabupaten/kota, atau sebaliknya," ujarnya. Penerapannya bisa mulai dari Pemilu 2024, atau ditunda untuk Pemilu 2029. 

Menurut Denny, apabila MK memutuskan pemilu menggunakan sistem proporsional tertutup dan berlaku mulai Pemilu 2024, maka kemungkinan akan terjadi empat bentuk kekacauan politik. Pertama, partai politik terpaksa menyusun ulang daftar bakal caleg-nya yang sudah terlanjur diserahkan ke KPU dengan logika sistem proporsional terbuka. 

Kedua, banyak bakal caleg yang mengundurkan diri karena tidak mendapatkan nomor urut kecil atau teratas dalam daftar caleg partai. Sebagai catatan, dalam sistem proporsional tertutup, nomor urut merupakan penentu caleg mana yang berhak menenangkan kursi anggota dewan.

"Ketiga, ada potensi terjadi perebutan, bahkan perkelahian, dan jual beli nomor urut," kata Denny. Keempat, tiga kekacauan sebelumnya akan mengakibatkan persiapan Pemilu 2024 terganggu. 

Karena itu, Denny mendorong agar MK menolak gugatan tersebut dengan argumentasi bahwa pilihan sistem pemilu merupakan open legal policy alias kebijakan hukum terbuka yang merupakan kewenangan lembaga pembentuk undang-undang. Dengan begitu, sistem proporsional terbuka tetap berlaku dalam Pemilu 2024. 

"Kalaupun mau mengubah sistem, maka serahkanlah kepada proses legislasi di parlemen," kata pria yang berprofesi sebagai advokat itu. Perubahan sistem lewat parlemen itu sebaiknya dilakukan setelah gelaran Pemilu 2024. 

Kendati mendorong agar gugatan itu ditolak, Denny juga tak menutup mata bahwa MK bisa saja memutuskan menerima permohonan seluruhnya sehingga sistem proporsional tertutup yang berlaku. Jika benar demikian, Denny berharap agar MK tidak memberlakukan sistem proporsional tertutup pada Pemilu 2024 karena akan menimbulkan kebingungan dan kekacauan. 

"Kalau tetap berketetapan mengubah menjadi sistem tertutup, (sebaiknya) dilaksanakan untuk pemilihan legislatif Pemilu 2029," kata Denny, sosok yang menjadi wakil menteri di era Presiden SBY. 

Adapun MK telah menyatakan akan segera memutuskan perkara uji materi sistem proporsional terbuka ini. MK telah selesai menggelar sidang pemeriksaan pada pekan lalu. MK juga telah menerima berkas kesimpulan akhir dari para Pihak dan Pihak Terkait pada Rabu (31/5/2023). 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement