Sabtu 27 May 2023 10:00 WIB

Lima Kejanggalan Putusan Perpanjangan Masa Jabatan Pimpinan KPK

Denny Indrayana mencium aroma politis dari keputusan MK itu.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/Wahyu/Rizky Suryarandika/Antara/ Red: Teguh Firmansyah
Komisi Pemberantasan Korupsi
Komisi Pemberantasan Korupsi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi telah mengabulkan gugatan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron terkait dengan perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK. Jabatan pimpinan KPK diperpanjang dari sebelumnya empat menjadi lima tahun. 

Artinya, jika Presiden mengeluarkan Keppres penetapan baru, maka jabatan Firl dkk diperpanjang satu tahun ke depan menjadi 20 Desember 2024. 

Baca Juga

Namun penetapan ini mendapatkan beragam kritik dan penolakan. Berikut kejanggalan dari dikabulkannya putusan itu menurut sejumlah pengamat maupun anggota dewan seperti dihimpun Republika. 

1. Putusan tak Masuk Akal

Pakar hukum Palguna menilai pertimbangan Mahkamah Konstitusi dinilai tidak masuk akal. Tidak ada 'ratio decidendi' dari putusan itu. Tidak ada pertimbangan konstitusional untuk mengabulkan gugatan itu. Urusan jabatan tidak terkait urusan konstitusional atau tidak karena itu kewenangan dari pembuat undang-undang. 

2. MK tidak Konsisten

Anggota DPR Arsul Sani menilai ada inkonsistensi dari MK usai memutuskan untuk menjadikan masa jabatan pimpinan KPK menjadi lima tahun. Sebab sebelumnya ada gugatan terhadap Pasal 87 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang MK. Di pasal tersebut mengatur, seorang hakim MK bisa menjabat sampai dengan 15 tahun sepanjang usianya tidak melebihi 70 tahun.

Namun, MK menolak semua gugatan terhadap pasal tersebut. Dalam pertimbangannya, MK tak menyinggung soal ketidakadilan antara satu lembaga negara dengan lembaga negara lainnya.  

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement