REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Deputi Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) DPP Partai Demokrat Kamhar Lakumani mengaku partainya menaruh harapan besar Mahkamah Agung (MA) menangani peninjauan kembali (PK) yang diajukan Moeldoko secara adil dan profesional. Kamhar mengaku partainya meyakini MA akan menolak PK tersebut.
MA mulai mengadili permohonan PK yang diajukan Moeldoko. Kepala Staf Presiden itu menggugat Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly dan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) terkait sengketa kepengurusan Partai Demokrat.
"Kami menaruh harapan besar dan berkeyakinan MA akan menangani PK yang diajukan Moeldoko terhadap Partai Demokrat secara adil dan profesional dengan menolaknya," kata Kamhar kepada Republika.co.id, Jumat (26/5/2023).
Ia mengingatkan, PK yang diajukan Moeldoko bukan sekadar tidak ada novum baru diajukan. Tapi, di ranah hukum sendiri perkara ini telah berproses 16 kali dan hasilnya 16 kali kemenangan telak bagi Partai Demokrat.
"Moeldoko kalah telak, Demokrat menang karena benar," ujar Kamhar.
Kamhar menuturkan, perkara ini sudah menjadi perhatian publik. Bahkan, ia menekankan, atensi besar dari publik yang membaca kasus ini sebagai pembegalan demokrasi melalui upaya abuse of power oleh KSP Moeldoko.
Tapi, kontrol demokrasi yang kuat dari banyak pihak, termasuk civil society, membawa kemenangan bagi demokrasi. Saat ini, ia mengingatkan, tentu seluruh mata publik akan tertuju ke Mahkamah Agung (MA).
"Kami percaya MA akan independen tak terkooptasi kepentingan KSP Moeldoko yang memperturutkan syahwat kekuasaan dengan menghalalkan segala cara," kata Kamhar.
Apalagi, ia menegaskan, jangankan menjadi pengurus, Moeldoko tidak pernah menjadi anggota dari Partai Demokrat. Selain itu, publik akan mencatat ini sebagai ke-17 kalinya Presiden Jokowi melakukan pembiaran.
Yang mana, lanjut Kamhar, pembiaran itu dilakukan terhadap pembantunya yang melakukan tindakan begal politik. Kamhar menilai sikap Presiden Jokowi yang melakukan pembiaran akan terbaca sebagai bentuk dukungan.
"Jokowi mestinya tegas menindak dan memecat Moeldoko sebagai kepala KSP. Ini menjadi salah satu noda hitam dalam catatan perjalan demokrasi pemerintahan Pak Jokowi yang dilakukan orang terdekatnya," ujar Kamhar.