REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) mengaku ada 143 perkara judicial review atau Pengujian Undang-Undang (PUU) yang diuji sepanjang tahun 2022. Mayoritas perkara yang dimohonkan ternyata menyoal Undang-Undang (UU) Pemilu.
Ketua MK Anwar Usman menyebut dari 143 perkara PUU, sebanyak 121 termasuk perkara diregistrasi pada 2022 dan 22 perkara sisa registrasi 2020-2021. Sepanjang tahun 2022 dapat dirinci ada 104 uji materiil, 11 uji formil, dan 6 uji kombinasi materiil dan formil.
"Undang-undang terbanyak yang diuji yaitu 25 kali UU Pemilu, 10 kali UU IKN (Ibu Kota Negara), tujuh kali UU Pilkada, dan empat kali KUHP," kata Anwar dalam peluncuran laporan tahunan di Ruang Sidang Pleno MK, Rabu (24/5/2023).
Anwar menerangkan durasi penyelesaian perkara PUU pada 2022 menghabiskan waktu lebih cepat ketimbang tahun 2021. Guna memutus 124 perkara PUU pada tahun 2022, MK memerlukan waktu 2,6 bulan per perkara. Sedangkan pada tahun 2021, waktu yang diambil MK per perkara adalah 2,97 bulan.
"Jangka waktu menyelesaikan perkara pada tahun 2022 lebih cepat dari tahun sebelumnya," ujar Anwar.
Anwar menyebut upaya memutus perkara tak hanya bergantung pada MK. Hal ini, lanjut Anwar, turut dipengaruhi pihak yang berperkara dan pihak terkait. Misalnya, menghadirkan para pihak di sidang MK seperti pejabat negara membutuhkan waktu karena menyesuaikan kesibukan.
"Penyelesaian perkara nggak semata bergantung di proses internal MK, tapi juga dipengaruhi para pihak dalam proses sidang," ucap ipar dari Presiden Joko Widodo itu.
Selain itu, MK sudah menggelar 527 persidangan dalam rangka penyelesaian perkara PUU dan perkara hasil Perselisihan Hasil Pemilihan Kepala Daerah (PHP Kada) sepanjang tahun 2022. Rinciannya, sebanyak 256 sidang panel dan 271 sidang pleno.
"MK juga melaksanakan rapat permusyawaratan hakim (RPH) untuk mengambil putusan. Total RPH sepanjang tahun 2022 adalah 230 RPH (118 RPH pleno dan 112 RPH panel," ujar Anwar.