Rabu 17 May 2023 19:05 WIB

KPK Tahan Eks Dirut Amarta Karya, Tersangka Korupsi Subkontraktor Fiktif

PT Amarta Karya adalah perusahaan yang digandeng untuk membangun Bukit Algoritma.

Rep: Flori Anastasia Sidebang/ Red: Erik Purnama Putra
Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menahan mantan Direktur Utama (Dirut) PT Amarta Karya (AMKA), Catur Prabowo. Penahanan tersebut dilakukan setelah dia ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan subkontraktor fiktif di AMKA pada 2018-2020.

"Tim penyidik menahan tersangka CP (Catur Prabowo) untuk 20 hari pertama," kata Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (17/5/2023). Penahanan terhadap Catur terhitung mulai tanggal 17 Mei 2023 hingga 5 Juni 2023.

Dia bakal mendekam di Rumah Tahanan (Rutan) KPK Cabang Gedung Merah Putih. Alex menjelaskan, kasus itu bermula pada 2017 saat Catur yang masih menjabat sebagai dirut AMKA meminta eks Direktur Keuangan AMKA Trisna Sutisna menyiapkan uang untuk kebutuhan pribadinya.

Baca: Warga Sekitar Berharap Proyek Bukit Algoritma Segera Dilanjutkan

Sumber uang yang digunakan untuk merealisasikan permintaan itu bersumber dari pembayaran berbagai proyek yang dikerjakan perseroan. Trisna bersama sejumlah staf AMKA lantas mendirikan badan usaha berbentuk CV sebagai subkontraktor untuk menerima pembayaran tanpa melakukan pekerjaan yang sebenarnya alias fiktif.

"Kemudian di tahun 2018, dibentuklah beberapa badan usaha CV fiktif sebagai vendor yang akan menerima berbagai transaksi pembayaran dari kegiatan proyek PT AK Persero dan hal ini sepenuhnya atas sepengetahuan tersangka CP dan tersangka TS," ungkap Alex.

Untuk pengajuan anggaran pembayaran vendor, menurut Alex, Catur selalu memberikan disposisi 'lanjutkan' dibarengi dengan persetujuan surat perintah membayar (SPM) yang ditandatangani Trisna. Kemudian, staf bagian akuntansi AMKA menyimpan rekening, ATM dan cek badan usaha fiktif yang sudah dibuat tersebut agar memudahkan pengambilan uang yang dibutuhkan oleh Catur.

Baca: Budiman Sebut Korupsi PT AMKA Bukan Penyebab Mangkraknya Bukit Algoritma

"Diduga ada sekitar 60 proyek pengadaan PT AK (Amarta Karya) Persero yang disubkontraktorkan secara fiktif oleh tersangka CP dan tersangka TS," jelas Alex.

Uang yang sudah dikumpulkan diduga digunakan untuk membayar tagihan kartu kredit, pembelian emas, jalan-jalan ke luar negeri hingga biaya member golf. Selain itu, duit tersebut juga diberikan ke pihak lain.

Akibat perbuatan Catur dan Trisna, Alex menduga, mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 46 miliar. "Saat ini tim prnyidik masih terus menelusuri adanya penerimaan uang maupun aliran sejumlah uang ke berbagai pihak terkait lainnya," ujar Alex.

Atas perbuatannya, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Adapun nama AMKA mencuat setelah menjadi rekanan dalam pembangunan proyek Bukit Algoritma di Kabupaten Sukabumi. Kerja sama antara AMKA diwakili Dirut baru Nikolas Agung dengan Pelaksana Kiniku Bintang Raya KSO Budiman Sudjatmiko berlangsung dengan ditandai groundbreaking proyek Silicon Valley-nya Indonesia itu pada 9 Juni 2021.

Baca: Dua Tahun Bukit Algoritma di Sukabumi, Kades: Belum Ada Kejelasan

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement