Rabu 17 May 2023 09:33 WIB

Kasasi Kejagung Dikabulkan MA, Bos KSP Indosurya Dihukum 18 Tahun Penjara

Sebelumnya di PN Jakarta Barat, Henry Surya divonis lepas dari tuntutan jaksa.

Rep: Rizky Suryarandika, Bambang Noroyono/ Red: Andri Saubani
Ketua KSP Indosurya Cipta Henry Surya (kanan). Mahkamah Agung dalam putusan kasasinya menghukum Henry Surya dengan hukuman 18 tahun penjara dan denda Rp 15 miliar di kasus dugaan korupsi KSP Indosurya. (ilustrasi)
Foto:

Pada 14 Maret 2023, Mabes Polri kembali menahan Henry Surya ke sel tahanan. Penahanan itu dilakukan setelah Henry Surya kembali ditetapkan sebagai tersangka oleh Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim.

Pada penyidikan baru kasusnya kali ini, Henry Surya dijerat dengan sangkaan Pasal 263 dan Pasal 266 KUH Pidana, serta Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Direktur Tipideksus Brigadir Jenderal (Brigjen) Whisnu Hermawan menerangkan, Henry Surya resmi ditetapkan tersangka, pada Senin (13/3/2023). Pada Selasa (14/3/2023), tim penyidikannya melakukan penangkapan kembai terhadap Henry Surya di Apartemen Raflesia, di Kawasan Kuningan, Jakarta Selatan (Jaksel).

“Setelah dilakukan penangkapan, tersangka HS (Henry Surya) kita lakukan penahanan,” begitu kata Whisnu dalam konfrensi pers di Bareskrim Polri, Jakarta, Kamis (16/3/2023).

Whisnu saat itu menerangkan, perkara baru yang menjerat Henry Surya sebagai tersangka lagi kali ini, berbeda dengan kasus KSP Indosurya yang pertama. Penetapan Henry Surya sebagai tersangka lagi saat ini, kata Whisnu, terkait dengan pemalsuan dokumen dan TPPU. Karena itu penjeratan sangkaan dalam perkara baru ini, menggunakan Pasal 263, dan Pasal 266 KUH Pidana.

“Ini (pemalsuan dan TPPU) berbeda dengan kasus yang terdahulu (penggelapan dan penipuan),” terang Whisnu.

Whisnu menerangkan, duduk perkara kasus baru yang bakal menyeret Henry Surya kembali ke persidangan, menyangkut masalah otentifikasi dalam persyaratan pembuatan lembaga koperasi. Whisnu mengatakan, dari hasil penyidikan, dan gelar perkara didapatkan bukti, tentang pendirian KSP Indosurya pada 2012 lalu, didasari atas pemalsuan dokumen-dokumen pendirian. Pun ditengarai cacat formal sehingga dinilai tak legal.

“Kami sudah temukan bahwa perbuatan HS ini dalam pembuatan KSP (Koperasi Simpan Pinjam) itu cacat. Dan bahkan saudara HS ini berniat jahat dalam pendirian KSP Indosurya ini,” terang Whisnu.

Karena dinilai melakukan pemalsuan dokumen pendirian, dan dinilai cacat sebagai koperasi, menurut Whisnu dalam operasionalnya, KSP Indosurya menjadi lembaga koperasi yang melanggar hukum. Sehingga, menurutnya, kegiatan usaha apa pun yang dilakukan oleh Henry Surya dengan KSP Indosurya-nya, menjadi ilegal.

“Jadi dalam perkara ini penyidikan yang dilakukan adalah terkait akar masalahnya. Yaitu bahwa HS melakukan perbuatan seolah-olah mendirikan koperasi, yaitu koperasi Indosurya,” kata Whisnu.

Dalam menjalankan koperasi ilegal tersebut, kata Whisnu, Henry Surya mengumpulkan dana nasabah dalam jumlah fantastis mencapai Rp 106 triliun. Dalam penyidikan, kata Whisnu, KSP Indosurya pun pada 2018 mengeluarkan produk perbankan, berupa penjualan investasi dalam bentuk medium term note (MTN), atau surat utang jangka menengah.

Dalam penjualan produk MTN tersebut, Henry Surya, berhasil menangguk uang nasabah sekitar Rp 15,9 triliun. Akan tetapi, dalam praktiknya, kata Whisnu, penjualan MTN oleh KSP Indosurya tersebut, sempat dilarang oleh regulator karena koperasi tersebut sebetulnya cacat formal. 

Whisnu juga menambahkan, terkait dengan TPPU, tim penyidikannya juga menemukan 23 perusahaan cangkang milik Henry Surya. Puluhan perusahaan cangkang itu, diduga menjadi tempat bagi Henry Surya dalam menyamarkan praktik manipulasinya selama menjalankan koperasi ilegal.

“Jadi koperasi yang didirikan oleh HS ini hanyalah koperasi pura-pura,” ujar Whisnu.

Pengacara Henry Surya, Soesilo Ari Wibowo, kepada Republika, Rabu (15/3/2023) sudah mengetahui status hukum baru kliennya di Dirtipideksus Bareskrim Polri saat ini. Namun, menurut dia, penetapan tersangka terhadap Henry Surya hanya akan menghasilkan kputusan hukum yang sama di pengadilan negeri nantinya.

"Saya berpendapat kasus ini, akan nebis in idem di pengadilan," ujar Soesilo.

Nebis in idem adalah istilah dalam hukum yang artinya tak bisa memeriksa, ataupun memidanakan seseorang, atas kasus, atau pokok perkara serupa yang sudah berkekuatan hukum tetap di pengadilan. Meskipun begitu, Soesilo mengaku menghormati apa pun setiap proses hukum terkait nasib kliennya itu.

“Kita tetap menghormati proses hukum yang ada. Tetapi nanti kita akan lihat saja di pengadilan,” ujar Soesilo.

 

photo
Indeks Persepsi Korupsi Indonesia - (Strait Times)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement