REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Sebanyak 155 warga negara Indonesia (WNI) ditangkap kepolisian di Filipina. Penangkapan tersebut terkait dengan pengungkapan kasus scaming atau penipuan online. Pengugkapan tersebut kerja sama antara Polri dengan Kepolisian Filipina (PNP) di Manila.
Dari pengungkapan tersebut, seribu orang pelaku penipuan daring dari berbagai negara ditangkap. Dua WNI menjadi tersangka. Kepala Divisi (Kadiv) Humas Mabes Polri Inspektur Jenderal (Irjen) Sandi Nugroho menerangkan, dari penangkapan ribuan pelaku penipuan daring itu, selain dari Indonesia, juga ada yang dari Cina, juga warga Filipina.
“Dari ribuan yang ditangkap itu, 154 orang adalah WNI. Sembilan diantara dijadikan saksi, dan dua ditetapkan tersangka,” ujar Sandi dalam dalam keterangan tertulis yang disampaikan kepada wartawan di Jakarta, Senin (8/5/2023).
Kata Irjen Sandi, sisa dari 154 WNI yang tertangkap tersebut, dikatakan masih dalam penyelidikan dan berstatus sebagai korban dari Tindak Pidana Perdagangan Orang. “Penyelidikan masih dilakukan dan akan terus berkembang terhadap WNI-WNI lainnya yang diduga sebagai korban dari TPPO,” tegas Irjen Sandi.
Dikatakan, pengungkapan kartel penipuan orang yang dilakukan antara Polri dan PNP ini merupakan kasus terbesar. Irjen Sandi menerangkan, terhadap dua WNI yang sudah ditetapkan sebagai tersangka, saat ini masih dalam penguasaan kepolisian di Manila.
Kata Irjen Sandi, adapun terhadap WNI lainnya, Polri masih berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) untuk melakukan pendampingan hukum. Dari penyelidikan lanjutan, dikatakan Irjen Sandi, WNI yang ditengarai sebagai korban TPPO, diupayakan untuk dapat dipulangkan ke Indonesia.
“Dittipidum Bareskrim Polri bersama Kemenlu mengirimkan tim ke Manila untuk melakukan penyelidikan bersama PNP untuk dapat memulangkan ke Indonesia,” ujar Irjen Sandi.
Kasus scaming online belakangan ini marak di Indonesia, dan di kawasan Asia Tenggara. Jenis kejahatan ini merupakan bagian dari kartel internasional terkait perdagangan orang (TPPO). Banyak korbannya adalah WNI yang direkrut melalui informasi lowongan kerja di internet.
Perusahaan-perusahaan yang melakukan perekrutan tersebut mengiming-imingi upah tinggi dengan jenis pekerjaan sebagai administrasi perkantoran dan perjudian. Akan tetapi, saat dipekerjakan, orang-orang yang direkrut tersebut dipekerjakan untuk melakukan penipuan online.
Tak jarang para korban TPPO berkedok perekrutan kerja tersebut berujung pada penyiksaan setelah tiba di negara tempat perusahaan perekrut. Baru-baru ini, sebanyak 20 WNI menjadi korban salahsatu praktik TPPO yang terjadi di Asia Tenggara. Para WNI tersebut semula dipekerjakan di Thailand.
Akan tetapi setibanya di Bangkok, para pekerja Indonesia itu kembali dikirim ke Myanmar untuk jenis pekerjaan penipuan online, prostitusi, dan rumah-rumah perjudian. Sebanyak 20 WNI tersebut sempat tertahan di wilayah pemberontak Karen di Myawaddy. Akan tetapi dari negosiasi dengan perusahaan, akhir pekan lalu, Indonesia berhasil memulangkan 20 WNI tersebut.